x

pementasan Teater Koma

Iklan

atmojo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 28 Januari 2023 06:50 WIB

Drama Nano Riantiarno: Kejujuran dan Penyesalan

Berani berkata dan berlaku jujur ternyata tidak mudah. Ada pergolakan batin dan konsekuensi yang bisa jadi tidak menyenangkan. Rasa sesal yang datang belakangan juga sering tidak berguna.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Teater Koma yang dipimpin oleh pasangan Nano Riantiarno dan Ratna itu resmi didirikan pada 1 Maret 1977, dan hingga Oktober 2022 telah melakukan 225 produksi. Itu saja sudah merupakan pencapaian yang luar biasa. Namun, sebelum Nano resmi mendirikan Teater Koma, ia sudah menulis beberapa naskah drama yang dimainkan oleh oleh kelompok teater lain.

Saya sudah membaca beberapa naskah drama yang ditulis Nano Riantiarno. Setiap naskah tentu mempunyai bobot dan  keunikan sendiri-sendiri. Salah satu yang menarik, setidaknya buat saya, adalah naskah drama yang berjudul “Jujur Itu...”. Ceritanya sederhana, plot-nya tidak rumit, tetapi membawa pesan yang cukup dalam. Naskah ini ditulis Nano pada September 1977, dan ditulis ulang pada Januari 1999. Temanya tentang kejujuran.

Cerita diawali dengan adegan pertengkaran antara Rustam yang menagih utang kepada Ayah. Tokoh Ayah ini adalah ayah tiri dari Kurdi (kelas 1 SMP) dan Arif (kelas 4 SD). Sebetulnya ada lagi satu kakak perempuan mereka bernama Mita, tapi dalam drama tidak pernah dimunculkan. Hanya disebut saja namanya beberapa kali. Ayah kandung mereka telah meninggal dunia ketika Arif masih bayi, dan ibunya menikah lagi.  Dalam pertengkaran di kantor itu, Ayah berjanji kepada Rustam  akan membayar utang sebesar lima juta  rupah  esok lusa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Adegan berikutnya, siang hari, seusai sekolah, Kurdi dan Arif berjalan-jalan dekat kuburan China. Di sana mereka menemukan sebuah tas kulit berwarma hitam. Setelah dipenuhi perasaan bimbang, antara mengambil tas itu atau tidak, tiba-tiba Kurdi langsung menyambar tas itu dan mengajak Arif berlari pulang.

Sampai di rumah, Kurdi dan Arif gelisah. Mereka takut jangan-jangan ada orang yang melihat tidakan mereka di kuburan tadi. Tapi kedua anak ini belum tahu apa isi tas itu. Di kamar rumah, mereka akhirnya membuka tas itu dan ternyata berisi uang dalam jumlah yang cukup banyak. Terjadi perdebatan di antara mereka. Apakah uang itu akan dikembalikan atau diserahkan kepada Ayah tirinya.

Malam hari, di ruang tamu, sang ibu bercerita kepada suaminya bahwa sore tadi Bu Kamto, tetangganya, datang ke rumah sambil menangis. Bu Kamto menceritakan bahwa suaminya, Pak Kamto, kehilangan uang yang baru ia ambil dari bank. Jumlahnya dua puluh lima juta rupiah. Sedianya uang subsidi dari pemerintah itu akan dipakai untuk memperbaiki gedung sekolah dan rapel tambahan gaji guru-guru selama enam bukan. Kurdi mendengar semua cerita sang ibu kepada ayahnya itu. Dia semakin ketakutan. Malam itu Ayah juga bercerita kepada istrinya bahwa ia punya utang kepada Rustam yang harus dibayar esok lusa. Tapi ia tidak tahu bagaimana harus membayar utang itu. Terjadi pertengkaran kecil di antara mereka.

Nah, ini adegan penting. Pada suatu malam, Kurdi bermimpi. Ayah kandung Kurdi muncul di kamar tidurnya. Setelah memeluk, dia membangunkan Kurdi untuk mengajak jalan-jalan.

KURDI:

Kita mau ke mana, Ayah?

AYAH:

Ikut saja, ikut saja. Sudah lelah, Nak?

KURDI:

Ya, lumayan. Tapi, kita mau ke mana?

AYAH:

Ke sana. Ke suatu tempat di mana orang mampu melihat punggungnya sendiri. Ke suatu tempat di mana orang mampu menengok ke dalam hatinya. Ke suatu tempat yang penuh dengan cermin. Ke suatu tempat yang banyak telaga bening. Kita boleh minum airnya kalau mau jadi manusia yang baik dan jujur.

***        

Menurut saya, tempat yang dituju oleh Ayah dan Kurdi itu adalah tempat, ruang, atau representasi yang biasa kita sebut sebagai hati nurani. Suara hati memang fenomena khas manusia dan pangkal otonomi manusia. Suara hati adalah bagian hakiki dari kepribadian manusia. Suara hati yang berasal dari kedalaman hati manusia itu biasanya menegaskan benar-salahnya atau baik-buruknya suatu tindakan berdasarkan prinsip atau norma moral tertentu. Suara hati mengetahui perbuatan moral kita sekaligus menjatuhkan penilaian terhadapnya. Jadi suara hati menjadi saksi sekaligus hakim yang menjatuhkan penilaian atas perbuatan kita.

Suara hati ini bersifat personal. Tidak ada pihak luar yang bisa mengetahui kedalaman suara suara hati seseorang. Suara hati merupakan urusan pribadi. Pembentukan mutu sura hati ini terkait dengan latar belakang, pendidikan,  lingkungan, dan budaya seseorang. Suara hati berperan, antara lain, sebagai pedoman hidup bagi setiap orang dalam mengambil keputusan untuk menentukan perilaku hdupnya.  Jadi dia berfungsi etis karena mengarahkan seseorang untuk mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dalam tindakannya, dalam putusannya. Suara hati sekaligus menegaskan kebebasan manusia, yakni kemampuannya untuk menentukan diri lepas dari penentuan pihak luar atau orang lain.

Secara ringkas, suara hati atau hati nurani dapat dirumuskan sebagai kesadaran manusia akan kewajiban moralnya dalam situasi konkret atau penegasan tentang benar-salahnya suatu tindakan manusia dalam situasi tertentu berdasarkan hukum moral. Sebagai suatu kesadaran, suara hati mengandaikan adanya pertimbangan akal budi. Bukan sekadar ungkapan perasaan spontan belaka.

Dalam dunia nyata, sering kita mendengar bahwa seseorang mengaku telah membuat keputusan yang keliru. Atau, kita menghadapi situasi yang ragu-ragu. Dalam keadaan ragu-ragu, jika suatu keputusan masih dapat ditunda, maka sebaiknya orang tersebut pertama-tama wajib untuk mencari informasi lebih banyak untuk meperoleh kejelasan tentang situasi yang sedang dihadapinya. Namun, jika keputusan yang harus diambil dan tidak dapat ditunda, dan seseorang tetap ragu-ragu, maka sebaiknya ia tetap mengikuti suara hatinya saat itu, pilihan yang diyakini sebagai yang terbaik saat itu.

***

Akhirnya Kurdi dan Ayah sampai juga ke tempat yang mereka tujuh. Di sana ada seorang berjubah putih sedang menerangkan beberapa gambar di layar lebar kepada sekelompok turis kecil. Suaranya seperti tukang obat, yang tidak dimengerti  okeh Kurdi.

KURDI:

Dia bilang apa, Ayah?

AYAH:

Akan Ayah jelaskan. Gambar pertama menunjukkan hukuman apa yang paling pantas untuk si Pembohong, Apa itu? Tadi Kurdi lihat sendiri, kan, gambarnya? Lidah si Pembohong akan ditarik sampai panjang dan putus. Dengan kekuasaan Tuhan lidah itu akan tersambung lagi kembali. Lalu, direntang lagi, putus lagi, direntang lagi, putus lagi. Begitu terus berulang-ulang, entah sampai kapan. Artinya, sakitnya pun akan terasa berulang-ulang.

KURDI:

Ahhh. Serem. Dan itu, apa?

 AYAH:

Itu hukuman untuk pencuri. Kedua tangannya dipotong, disambung lagi, potong lagi, begitu berulang-ulang sepanjang masa. Jadi, sakitnya pun akan terasa berulang-ulang.

KURDI:

Ayah, Kurdi takut. Mau pulang, Ngeri... dan itu, Ayah? Itu apa?

AYAH:

Kalau orang dengan sengaja membuat orang lain menderita. Dia akan dipanggang di api yang panasnya... masih ingat, berapa derajat Cercius besi bisa lumer?

KURDI:

Kira-kira 3000 derajat Celcius...

AYAH:

Ya. Mereka dipanggang di dalam api yang panasnya seratus ribu kali lipat dari 3000 derajat Celcius itu.

KURDI:

Mau pulang, mau pulang. Ayah, Kurdi tidak tidak tahan lagi....

(Tiba-tiba terdiam. Dia melihat Arif, Kedua tangannya dirantai, mulutnya disumbat dengan penyumbat besi yang tampak panas membara. Kurdi berteriak.)

KURDI:

Arif, Arif...... Kenapa kamu ada di situ?

(Arif tidak bereaksi. Dia cuma memandang lemah seakan minta tolong kakaknya. Kurdi bergidik)

AYAH:

Katanya Arif disuruh tutup mulut, padahal dia tidak ingin tutup mulut. Biar diam, tapi Arif juga berbohong sebab sudah menutupi kejahatan yang akan dilakukan oleh kakakya....

KURDI:

(Menangis sambil bersimpuh di kakai Ayahnya)

Kurdi yang salah. Arif tidak salah apa-apa. Kurdi yang paksa Arif tutup mulut. Kurdi mau mengaku....

AYAH:

Tenang dulu, Nak. Jangan menangis dulu. Anak pemberani pantang menangis. Sekarang, duduklah. Ayah mau tanya satu-satu.. jawab yang jujur, ya? Kemarin, kamu dan Arif menemukan sebuah tas warna hitam dari kulit, Betul?

KURDI:

Ya.

AYAH:

Setelah dibuka, ternyata isinya uang.

KURDI:

Kurdi tidak tahu berapa jumlahnya;

AYAH:

Lalu, setelah ibumu bilang, baru kamu tahu?

KURDI:

Ya. Dua puluh lima kuta lima ratus ribu rupiah;

AYAH:

Arif ingin tas itu dikembalikan ke tempat semula. Atau memberi tahu ibumu, tapi kamu tidak setuju. Betul?

KURDI:

Ya.

AYAH:

Tas itu milik Pak Kamto, tetangga ibumu. Uang itu baru diambil dari bank. Dan, itu adalah uang untuk gaji guru-gurumu, juga untuk biaya perbaikan gedung sekolah. Betul?

KURDI:

Ya.

AYAH:

Kamu ingin ambil uang itu karena kasihan melihat ibumu. Tapi, Nak, uang itu bukan milikmu. Apa kamu tidak kasihan sama Pak Kamto, guru-gurumu, sekolahmu tempat kamu menuntut ilmu selama ini?

KURDI:

(Menangis) Ayah...

AYAH:

Kurdi sudah lihat sendiri apa hukuman untuk pembohong, pencuri, dan orang yang dengan sengaja membuat orang lain menderita. Pak Kamto menderita, dia seperti orang gila mencari uang itu ke mana-mana.....

KURDI:

Kurdi menyesal. Akan Kurdi kembalikan uang itu asal Arif dibebaskan dari tempat ini.

AYAH:

Pak Kamto pasti akan senang sekali. Juga guru-gurumu. Setelah uang itu diterima Kepala Sekolah, gedung sekolah alan langsung diperbaiki. Kayu-kayu yang lapuk dan genteng-genteng pecah akan diganti. Dan, kalian akan tenang belajar meskipun hari hujan. Ruang WC dan kamar mandinya akan lebih bersih karena lantai dan dindingnya diganti. Akan ada kantin yang menjual makanan sehat. Ada perpustakaan dan ruang bacanya. Di koperasi akan dijual buku murah dan alat-alat sekolah yang dibutuhkan para murid.

Uang itu sangat penting artinya untuk sekolahmu/ Tahu akibatnya kalau uang itu tidak kamu kembalikan? Pak Kamto akan dipecat, mungkin dipenjara, dan dituduh menggelapkan uang. Guru-gurumu tidak akan menerima gaji rapel enam bulan dan sekolahmu akan tetap bocor kalau hujan, lalu, lama-kelamaan roboh. Di mana lagi kalian akan belajar?

KURDI:

Akan Kurdi kembaikan. Arif tidak salah, Kurdi yang salah. Maafkan Kurdi, Ayah.

AYAH:

Kurdi memang anak Ayah. Mau mengakui kesalahan dan patut dibanggakan. Kalau begitu soalnya, selesai sudah perjalanan ini.

KURDI:

Bekum, Arif..... (Heran). Heeii, ke mana dia? Tadi dia di situ sekarang sudah tidak ada. Ke mana dia, Ayah?

AYAH:

Adikmu masih tidur di kamarnya, mungkin sekarang sudah tidak demam lagi.

KURDI:

Masa? Jadi bingung...

(Sementara itu si Jubah Putih menutup layar-layar lebarnya dan bubarlah para turis kecil. Dalam suasana ramai itu, Ayah menghilang. Kurdi yang sibuk mencari Arif, baru sadar Ayahnya sudah pergi. Dia berteriak-teriak memanggil hingga dia tinggal sendirian. Semua sudah pergi kecuali si Jubah Putih).

KURDI:

Ayah! Ayah! Ayah! Jangan tinggalkan Kurdi. Kurdi tidak tahu jalan pulang. Ayah.....

JUBAH PUTIH:

Siapa yang kamu cari, Nak?

KURDI:

Ayahku, Tadi kami sama-sama. Kok, sekarang hilang?

JUBAH PUTIH:

Oh, lelaki berbaju hitam bercelana hitam itu?

KURDI:

Ya, beliau ayahku.

JUBAH PUTIH:

Dia sudah pulang.

KURDI:

Pulang? Tapi, di mana rumahnya itu?

JUBAH PUTIH:

Di tem[pat asalnya. Tempat di mana tak satu orang pun yang masih hidup mampu ke sana.

KURDI:

(Ketakutan). Jadi, cuma orang yang sudah....

JUBAH PUTIH:

(Menyambung).... mati. Ya. Tepat.

KURDI:

Ayah memang sudah....

JUBAH PUTIH:

Nah, tugasnya adalah mengingatkan. Siapa tahu kamu alpa dan menyeleweng, atau tergoda meloakukan sesuatu yang tidak berkenan di hatinya. Tugasku juga hampir sama dengan ayahmu. Mengingatkan. Barusan kuingatkan kepada turis-turis kecil itu, bahwa apa saja yang dilakukan akan mendapat balasan setimpal. Kalau jahat. Ya jahat juga balasannya, kalau baik, ya, baik juga balasannya. Makanya, harus teguh menjaga sikap dan kelakuan. Nah, sekarang tugasku selesai. Aku harus pergi.

KURDI:

Ke mana?

JUBAH PUTIH:

Ke tempat asalku,

KURDI:

Di mana itu?

JUBAH PUTIH:

Rumahku dekat rumah ayahmu, kami bertetangga.

KURDI:

(Ketakutan, menjerit kecil, lalu pingsan).

***

Bagi Anda yang relijius, tokoh Ayah dan si Jubah Putih dalam mimpi itu mungkin mewakili semacam malaikat atau yang lain.

Tapi, yang  segera saya ingat adalah bahwa keduanya berperan seperti Superego dalam teori Psikologi Sigmund Freud. Menurut Freud, unsur-unsur kesadaran manusia itu terdiri dari Id, Ego, dan Superego. Freud menggambarkan Id sebagai kecondongan irrasional yang muncul dari dalam diri kita, yang berisi segala dorongan, nafsu, naluri, insting, kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan spontan, termasuk dorongan seksual, agresi-agresi spontan, dan seterusnya. Sedangkan Superego adalah perasaan bersalah yang kita rasakan apabila kita melakukan hal-hal yang terlarang. Sedangkan Ego adalah “aku” yang sadar, subyektivitas kita, pusat kesadaran dan keinginan kita. Ego adalah kedirian kita yang merasakan, mengerti, mengambil sikap, menghendaki dan bertindak.

Ego berhadapan dengan tiga realitas sekaligus: reralitas di luar diri, yang terdiri dari alam dan manusia-manusia lain; berhadapan dengan Id, yaitu kecondongan yang muncul dari diri kita yang spontan tadi; dan berhadapan dengan Superego, yang selalu nenegur, agar ego bertindak dengan sebaik-baiknya.

***

Adegan selanjutnya, ada mimpi kedua. Kali ini sang Ayah ingin mengajak Arif untuk jalan-jalan. Sang Ayah juga memberi nasehat kepada Arif. Lalu, di lain kesempatan, ada adegan Rustam yang datang bersama polisi. Mereka mengingatkan bahwa besok Ayah harus membayar utangnya. Tensi emosi di rumah itu meninggi. Kurdi dan Arif mendengarkan semua pembicaraan mereka semua.

Setelah Polisi pergi, Kurdi dan Arif memutuskan untuk menyerahkan tas berisi uang itu kepada ibunya. Kurdi menceritakan bahwa ia menemukan tas itu di kuburan China kemarin. Kurdi ingin agar ibunya mengembalikan tas itu kepada Pak Kamto. Tapi Ayah malah yang berniat mengembalikannya. Kurdi juga bercerita bahwa semalam dia bertemu dengan Ayah kandungmya.

Beberapa jam kemudian, di rumah Pak Kamto, Ibu Kurdi datang menyusul suaminya. Tapi yang dicari rupanya tak ada. Ternyata sang suami tidak pernah datang ke rumah Pak Kamto untuk menyerahkan tas berisi uang itu.

Beberapa hari kemudian, semua orang berkumpul di rumah Bu Kurdi. Ada Ibu Kurdi, Kepala Polisi, Bu Kamto, Pak Kamto, Rustam, dan beberapa tetangga. Lalu datang seorang polisi melapor dan menyerahkan sepucuk surat kepada Kepala Polisi. Ioa segera memberi perintah untuk menangkap Ayah. Dari Rustam, Bu Kurdi mendapat info bahwa selama beberapa hari ini Ayah jarang di kantornya.

Lalu datang Kurdi dan Arif. Pakaian keduanya koyak-koyak. Arif menangis dan ada benjol di mukanya terkena lemparan batu. Rupanya mereka habis berkelahi. Mereka diejek oleh anak-anak lain sebagai pencuri.  Bahkan saat itu juga beberapa anak melempari rumah mereka dengan batu, sembari berteriak pencuri. Terjadilahn kegaduhan di rumah itu. Orang-orang di luar rumah semakin banyak.

Kemudian masuk Ayah yang sudah diborgol, diiringi oleh petugas (Pak Tambunan) sambil membawa tas yang dicari-cari itu. Ia ditangkap di sebuah losmen bersama seorang perempuan nakal. Sang Ayah kemudian menyatakan penyesalannya, dan meminta maaf kepada istrinya, kepada Kurdi, dan juga Arif. Ayah kemudian dibawa ke kantor polisi.

                                                                         ***

Di akhir cerita, ketika semua sudah pergi,  ruangan itu makin suram. Ibu memeluk Arif dan Kurdi dengan sayang dan prihatin.

IBU:

Nasib kita buruk, Nak. Tapi, kita harus tabah menjalaninya. Tak boleh mengeluh. Harus tetap gembira dan ikhlas, sampai cobaan ini sanggup kita lewati.

(Lalu terdengar suara memecahkan kesunyian. Suara anak-anak).

ANAK-ANAK::

Satu, dua, tiga! Pencuriiiiii!

(Beberapa batu memecahkan kaca-kaca. Jendela yang masih sisa. Ibu memeluk Arif dan Kurdi semakin erat).

Cahaya berubah. Dan terdengarlah nyanyian penutup, Sebuah nyanyian untuk perjalanan yang jauh. Dan sambil terus menyanyi, semua pemain naik ke atas pentas. Berparade. Ini memang menjadi salah satu ciri Teater Koma. Betapapun pedih kisahnya, selalu disisipi dengan nyanyian yang dapat menghibur penontonnya.

 

  • K. Atmojo adalah penulis yang meminati bidang Filsafat, Hukum, dan Seni.

                                                                        ###

Ikuti tulisan menarik atmojo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler