Tech News

header ads

Analisis Misteri Penyebab Kematian Pater Doktor Neles Kebadabi Tebay Projo

ANALISIS MISTERI PENYEBAB KEMATIAN PATER DOKTOR NELES KEBADABI TEBAY PROJO

Oleh: Lagowan Checarson

Kematian pastor DR.Neles Kebadabi Tebay, Pr hingga kini masih menyisahkan segudang misteri dan pertanyaan bagi semua pihak, baik pada keluarga almarhum maupun seluruh umat katolik Papua pada umumnya. Hal itu karena waktu proses sakit dan kematian yang terjadi relatif singkat yakni hanya 2 tahun lebih sejak awal sakit pada tahun 2016 lalu. Padahal dari keterangan sakit yang dijelaskan beliau menderita kanker tulang belakang. Kanker tulang belakang merupakan penyakit kronik yang sangat langkah dan kedengarannya justeru sangat aneh/janggal dalam dunia medis karena belum pernah ditemukan kasus dengan penyakit sejenis itu sebelumnya.Walaupun mungkin ada, angka insidensinya sangat jarang dan bahkan tidak ada sama sekali. Adalah sesuatu penyakit yang aneh, jika penyakit langka seperti itu hanya menyerang pastor Neles; padahal beliau adalah sosok seseorang yang sangat penting dan dibutuhkan dewasa ini, selaku seorang perintis dan kordinator terciptanya perdamaian di tanah Papua.

Sebagai manusia tentu banyak spekulasi, kecurigaan dan asumsi negatif yang telah beredar bahwa, Pastor Kebadabi sengaja dibunuh oleh pihak tertentu, baik dari intern struktur hierarki gereja Katolik keuskupan Jayapura maupun dari luar (ekstern). Kecurigaan akan hal tersebut diungkapkan oleh adik kandung pater Neles, Emanuel Tebay saat memberikan sambutan pasca misa ekaristi sore tadi. Emanuel mengatakan bahwa ada "bau" tidak sedab di dalam tubuh hierarki gereja katolik Jayapura sehingga ia meminta Uskup Jayapura untuk segera membersihkannya. Selanjutnya, Natalius Pigai, seorang mantan komisioner HAM nasional juga menyatakan di status medsos facebook miliknya bahwa ada yang ganjil dari kematian Pastor Neles Tebay pada 14 April itu di RS.St.Carolus Jakarta. Ia menduga ada skenario tertentu yang dimainkan atas meninggalnya Pater NT. Ia mempertanyakan bagaimana mungkin sebelum jenazah dipindahkan ke ruang jenazah, bisa ada terlebih dahulu beberapa krans bunga dari Presiden Jokowi, Kantor Staf Kepresidenan, BNPB dan Wantanas di ruang kamar jenazah itu. Ia menanyakan siapa yang bisa memberikan laporan detil menit per menit ke luar sehingga ketika begitu pasti Pater Neles diperkirakan meninggal dunia, krans bunga bisa dikirim tepat waktu ke RS tersebut. Padahal sebagaimana kita ketahui, Presiden Jokowi sedang berada di luar Indonesia (Arab Saudi) untuk menunaikan ibadah umrah.

Selanjutnya dari beberapa sambutan yang keluar setelah ibadah di STFT mengemuka bahwa pekerjaan pater Neles Tebay selama ini ternyata sangat beresiko karena di mata beberapa pihak, upaya dan kerjanya dalam mendorong dialog Jakarta-Papua sesungguhnya menghadirkan konsekuensi yang besar. Ia sering dicurigai, diancam dan disoroti karena perbedaan tafsiran di antara para pihak yang berkonflik selama ini.

Dari sisi medis apabila penyakit pater NT benar-benar disebabkan oleh karena kanker tulang belakang, maka ada pertanyaan yang bisa dieksplorasi untuk menganalisa penyebab dari kemunculan kanker tersebut. Apa yang menyebabkan timbulnya kanker? Dalam teori ilmu kedokteran kanker bisa terjadi karena inflamasi kronik, karsinogen Kimiawi, mutasi genetik yang diakibatkan oleh virus atau radiasi karena adanya paparan sinar ultraviolet, elektromagnetik dst. Oleh sebab itu, jika benar pastor NT selama ini mengalami paparan/ radiasi sinar UV/Elektromagnetik pasti bisa masuk akal. Atau jika pastor NT selama ini terjangkit virus tertentu dan terpapar karsinogen agen kimiawi tertentu juga bisa saja terjadi. Atau juga memiliki penyakit genetik.

Di sini jika kita hendak mengaitkan kematian pastor NT ini dengan unsur kesengajaan atau diperantarai oleh orang menggunakan racun atau yang orang Papua bilang " buatan", maka kemungkinannya besar menggunakan senyawa kimiawi tertentu misalnya arsenikum, organofosfat dll untuk membuat pastor perlahan-lahan jatuh- dapat mengikuti seperti kasus pembunuhan aktivis HAM Munir waktu itu. Tetapi pada kasus kasus Pater NT ini kita tidak bisa banyak berbuat untuk menganalisis lebih jauh setiap gejala, pola dan mekanisme patologi penyakitnya karena kurangnya informasi kondisi pastor NT selama sakit dan berobat.

Terlepas dari berbagai dugaan lisan melalui kepercayaan etiologi personalistik dan supranatural yang ada, secara medis jika memang beliau meninggal akibat diagnosis pasti dengan kanker tulang belakang, maka bisa diperkirakan bahwa beliau bisa saja mungkin meninggal akibat paparan zat karsinogenik tertentu atau karena radiasi sinar tertentu yang mengenai struktur sel tulang belakangnya selama bertahun-tahun sehingga ia kolaps pada tahun ini. Selain itu bisa juga penyakit turunan yang di dapat dari orang tua/opa/oma dari Pastor NT sendiri. Radiasi sinar yang dimaksudkan di sini adalah misalnya dalam proses pembunuhan tokoh-tokoh di Papua yang vokal ada yang memakai pancaran radiasi jarak jauh, misalnya dari atas posisi rumah (langit) terhadap para target korban dalam jangka waktu tertentu (Seperti kasus pembunuhan Michael Jekson oleh agen CIA karena ia menyanyikan lagu "Heal the World" yang laris seketika dan menuai kecaman dunia terhadap invasi AS di jalur Gaza).

Analisis ini masih sebatas dugaan dan untuk membuktikan kasus-kasus kematian tokoh-tokoh vokal Papua selama ini dan di masa depan, kita masih sangat terbatas dalam SDM dan fasilitas, maka perlu waktu, pergumulan dan keseriusan para pemimpin saat ini di tanah ini untuk memikirkan bagian ini. Mari cukup hanya mereka (Jap Solosa, Jack Mote, Nato Gobay, Agus Alua, Philipus Halitopo, Karel Sesa, Muridan S. Widjojo, Nehemia Wospakrik, Willy Mandowen dll yang pergi dengan misterius, saatnya yang lain kita cegah sedini mungkin. Cegahnya yang terpenting adalah chek up rutin kesehatan minimal 6 bulan sekali atau setahun sekali. Ingat banyak orang Papua juga akan rentan sakit bahkan meninggal akibat pernyakit-penyakit perubahan pola makan dan perubahan pola hidup. Semoga Kita jangan lupa jalan kaki.

Teriring penuh tanda tanya dan penasaran.
Lorong Bisu Tauboria, 16 April 2019

@CoretanAktivisPapua

Post a Comment

0 Comments