ANALISIS

'Mimpi Buruk' Ekonomi RI Bertambah dari Ketegangan China Taiwan

Tim | CNN Indonesia
Kamis, 04 Agu 2022 07:05 WIB
Ekonom menyebut efek sanksi China ke Taiwan sebagai buntut atas kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi bisa jadi mimpi buruk bagi ekonomi RI. Ini penjelasannya.
Ekonom menyebut efek sanksi China ke Taiwan sebagai buntut atas kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi bisa jadi mimpi buruk bagi ekonomi RI. Ilustrasi Ketua DPR AS Nancy Pelosi menghadiri pertemuan dengan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen di kantor kepresidenan di Taipei. (VIA REUTERS/TAIWAN PRESIDENTIAL OFFICE).
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah China murka dan karena itu menghukum Taiwan atas imbas kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi pada Selasa (2/8).

Negeri Tirai Bambu itu lantas menghentikan impor beberapa komoditas dari Taiwan seperti jeruk, kerang, ikan beku makarel, gula, biskuit, hingga roti dengan alasan residu pestisida berlebihan yang terdeteksi pada produk tersebut sejak tahun lalu, dan beberapa paket ikan beku yang dinyatakan positif virus corona pada Juni.

Tak sampai disitu, China juga menyetop ekspor pasir alam ke Taiwan sebagai pembalasan atas kunjungan Pelosi. Padahal komoditas ini sangat dibutuhkan Taiwan untuk sektor konstruksinya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Profesor Urusan Masyarakat dari Fo Universitas Guang di Taiwan Liu Yih-jiun mengatakan sanksi ekonomi lebih lanjut dari China kepada Taiwan akan diberikan setelah pertemuan Pelosi dengan Presiden pro-kemerdekaan Taiwan Tsai Ing-wen.

ADVERTISEMENT

"Begitu sanksi diterapkan, pasti mereka (China) akan meningkatkan tindakan. Secara ekonomi, mereka (China) akan melakukan sesuatu, tetapi tidak akan menyakiti orang Taiwan, karena itu hanya akan meningkatkan rasa nasionalisme (Taiwan)," ujarnya dikutip dari scmp.com, Rabu (3/8).

Pelosi yang 'kekeuh' datang ke Taiwan juga membuat hubungan AS dan China makin memanas, sehingga dikhawatirkan terjadi perang dagang jilid II antar kedua negara.

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan sanksi yang diberikan China ke Taiwan akan menambah mimpi buruk bagi Indonesia. Sebab, ini akan menambah tekanan di tengah kondisi dunia yang masih penuh gejolak.

Apalagi jika China memberikan sanksi lanjutan seperti penghentian impor produk manufaktur, maka ini akan memberikan dampak yang lebih mengerikan dari perang Rusia-Ukraina.

Pasalnya, Taiwan adalah produsen semikonduktor utama di dunia yang salah satu bahan baku pembuatannya berasal dari China. Risiko inilah yang paling dikhawatirkan oleh banyak negara.

"Secara risiko kalau Taiwan dan China jadi perang dagang maka eskalasi konflik akan mempengaruhi pasokan semikonduktor, sehingga penjualan mobil di Indonesia bisa tertekan. Efeknya jauh lebih bahaya dibanding perang Ukraina," ujar Bhima kepada CNNIndonesia.

Hal yang sama disampaikan Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede yang melihat bahwa ke depan, yang paling berisiko dari ketegangan China dan Taiwan adalah sektor semikonduktor.

Terganggunya produksi semikonduktor tidak hanya menghambat pertumbuhan ekonomi Taiwan, tetapi juga berisiko pada Indonesia sebagai salah satu mitra dagangnya.

[Gambas:Video CNN]

Maklum, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor Indonesia ke Taiwan sepanjang tahun lalu mencapai sekitar US$6,9 miliar. Ini didominasi oleh ekspor besi dan baja sekitar US$2,7 miliar, dan Bahan Bakar Mineral/Mineral Minyak (HS 27) mencapai US$1,8 miliar.

Sementara itu, impor Indonesia dari Taiwan pada tahun lalu mencapai US$4,35 miliar. Ini didominasi oleh impor Mesin dan Perlengkapan Elektrik yang mencapai US$1,5 miliar.

"Jadi, jika kinerja ekonomi Taiwan mengalami perlambatan maka akan turut mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Dan lebih lanjut, aktivitas manufaktur domestik pun dapat terganggu apabila impor mesin dan perlengkapan elektrik juga terganggu," jelasnya.

Sementara, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai bahwa kedatangan Pelosi ke Taiwan adalah bagian dari gejolak geopolitik yang sebelumnya mendasari munculnya konflik antara Rusia dan Ukraina.

Oleh karenanya, ia melihat tak menutup kemungkinan dampak dari ketegangan China dan Taiwan akan sama seperti Rusia dan Ukraina yakni kenaikan harga komoditas.

Jika dampak ini benar terjadi, maka harga komoditas yang saat ini sudah melambung akan terbang lagi lebih tinggi. Hal ini tentu akan makin memperburuk situasi perekonomian dunia.

"Dengan kondisi geopolitik yang bertambah akibat kunjungan Pelosi ini, saya kira potensi meningkatnya harga komoditas berpeluang kembali akan terjadi, setidaknya sampai dengan akhir tahun nanti tergantung dari berapa lama tensi antara Taiwan dan China akan terjadi," kata dia.

Menurutnya jika kenaikan harga komoditas kembali terjadi, maka inflasi di negara-negara utama seperti AS dan Inggris bakal terbang lebih tinggi dari saat ini.

Lonjakan inflasi yang lebih tinggi di tengah perlambatan ekonomi, menyebabkan peluang terjadinya stagflasi di negara-negara tersebut semakin besar.

"Ketika negara-negara utama global mengalami spekulasi, tentu ini akan ikut mempengaruhi kinerja perdagangan Indonesia terutama dengan negara-negara partner dagang utama," jelasnya.

Selain ke perdagangan, Rendy menilai ketegangan China dan Taiwan juga bakal berdampak pada pasar keuangan tanah air. Bahkan rupiah diperkirakan bisa lebih lemah dari saat ini, meski ia tak merinci angkanya.

"Saya kira ini akan kembali mendorong gejolak volatilitas di pasar keuangan dan akan berpotensi menekan pasar keuangan emerging market termasuk di dalamnya Indonesia. Sehingga, dalam jangka pendek hal ini berpotensi juga menekan nilai tukar negara-negara berkembang termasuk Indonesia ke arah melemah," ungkapnya.

(idy/agt)
REKOMENDASI UNTUK ANDA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER