Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Meneladani Sifat Artidjo Alkostar, Sang Algojo Koruptor Indonesia

1 Maret 2021   21:56 Diperbarui: 2 Maret 2021   01:24 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRK3Qg2nHXIABs9P8njySZgSsRaVMzf3eIWMA&usqp=CAU

Seorang tokoh besar di bidang hukum ---Artidjo Alkostar--- di negeri ini telah menghadap sang pencipta. Artidjo meninggal dunia pada Minggu, 28 Februari 2021 akibat penyakit kanker dan paru-paru. Meninggalnya Artidjo Alkostar merupakan kehilangan besar bagi bangsa Indonesia.    

Profesinya sebagai penegak hukum bergaris lurus sangatlah layak mendapatkan acungan jempol. Kapasitasnya dalam menyelesaikan berbagai perkara atau kasus korupsi dengan cepat, tegas dan berintegritas telah membuat banyak politisi dan koruptor cenderung menghindarinya.

Artidjo bahkan dikenal cenderung memberi vonis lebih berat kepada koruptor. Akibatnya, julukan "Algojo Koruptor" disematkan kepadanya. 

Melihat peran dan sepak terjangnya itu, Artidjo telah secara tidak langsung memberikan keteladanan kepada komunitas hukum dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Dari berbagai sumber, ada beberapa sikap atau sifat Artidjo Alkosar yang dapat kita contoh secara individual atau kolektif. Beberapa di antaranya adalah:

1. pekerja keras. Artidjo dikabarkan sering menolak cuti dan pernah menolak mengambil 9 bulan gaji.

2. sikap dermawan. Artidjo dikatakan pernah menyumbang sembilan bulan gaji untuk pembangunan masjid di Mahkamah Agung.

3. kejujuran. Sebagai hakim di Mahkamah Agung, Artidjo memberikan vonis kepada para koruptor tanpa pernah dikaitkan dengan isu suap terkait perkara yang ditangani.

4. bersahaja. Karena belum mendapat fasilitas kendaraan dinas, Artidjo selalu naik bajaj atau taksi dari rumahnya ke gedung Mahkamah Agung dan sebaliknya. Selain itu, Artidjo terpaksa menyewa rumah di perkampungan di Kramat Kwitang, Jakarta Pusat, di belakang deretan bengkel las karena belum ada fasilitas itu dari kantor.

5. menolak tawaran suap. Artidjo bercerita telah berkali-kali menolak uang suap, bahkan ada yang nilainya unlimited.

Banyak tantangan akan menghadang upaya penerapan aifat dan sikap itu. Namun, Artidjo sendiri telah menunjukkan praktek dari nilai-nilai itu dalam keseharian hidupnya. Kenyataannya adalah bahwa itu semua bukanlah sesuatu yang mustahil dijalankan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun