"Bun..., bunda... pak Jakob Oetama pemilik Kompas meninggal dunia," kata suami saat saya tengah mengetik di kamar seraya menghampiri saya.
Mendengar perkataan suami, jelas saya sedih atas kepergian Tokoh Pers Nasional itu. Sosok yang bersahaja.
"Ini aku diminta kantor untuk kirim karangan bunga," kata suami sambil menghubungi toko bunga langganan kantornya.
Kebetulan suami saya bekerja di bagian Corporate PR and Media Relations PT Siloam International Hospitals, milik Lippo Group, yang selalu berelasi dengan pemilik media massa.
Bos Lippo, Muchtar Riadi, yang juga bos suami saya, berkawan karib dengan Jakob Oetama. Suami saya pernah mendampingi Muchtar Riadi menemui Jakob Oetama.
Kebetulan juga ketika suami masih menekuni profesinya sebagai wartawan, beberapa kali kesempatan berjumpa dengan Jakob Oetama.
Jadi berita wafatnya Jakob Oetama (88) di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta, Rabu (9/9/ 2020), meninggalkan duka di hati suami dan saya.
Saya baru sempat menulis sosok beliau hari ini karena saya tidak menemukan buku tentang beliau. Judul bukunya: "Bekerja dengan Hati".
Maksud saya, saya ingin mengupas beliau dari buku itu. Setelah berkali-kali saya cari di rak buku tidak ditemukan juga. Entah hilang, entah dipinjam. Aduh, teledor banget sih saya.
Terus terang, saya tidak mengenal Pak Jakob Oetama secara pribadi. Saya mengenal kepribadiannya dari cerita tokoh-tokoh pers yang itu juga sambil "menguping". Saya juga mengenal sosoknya dari berbagai literatur yang saya baca.
