Harga Sayur di Banjarnegara Masih Hancur, Dinas Pertanian Carikan Jaringan Pemasaran

Harga sejumlah komoditas holtikultura di Banjarnegara masih anjlok, dan hingga kini belum juga stabil.

Penulis: khoirul muzaki | Editor: sujarwo
Istimewa
Marwi, istri Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono, saat memborong sayuran di Kecamatan Pejawaran, Banjarnegara, beberapa hari lalu. 

TRIBUNJATENG.COM, BANJARNEGARA - Harga sejumlah komoditas holtikultura di Banjarnegara masih anjlok. Semakin bertambah hari, harga sayuran belum juga stabil. Rendahnya harga di tingkat petani ini tak ayal membuat harga sayur di pasaran juga turun.

Darsono, penjual nasi goreng di Kecamatan Kalibening kerap berlangganan sayur untuk menu masakannya. Ia mengatakan, beberapa komoditas holtikultura yang biasa dia beli turun drastis. Darsono mengaku hanya membeli kubis di warung atau pasar dengan harga Rp 500 perkilogram. Padahal, normalnya ia biasa membeli kubis sekitar Rp 3.500 perkilogram.

Selain kubis, komoditas lain juga dianggapnya murah, antara lain cabai. Saat ini, ia membeli cabai merah hanya Rp 7 ribu perkilogram. Padahal normalnya ia membeli cabai seharga Rp 15 ribu bahkan lebih.

"Pokoknya jenis sayur sekarang lagi turun,"katanya, Jumat (11/9)

Kondisi ini tentu cukup menguntungkan bagi pengusaha kuliner yang biasa membeli sayur dalam jumlah besar. Tetapi di sisi lain, kondisi ini amat menyakitkan bagi petani.

Ia mengaku prihatin saat mendengar keluh kesah petani di wilayahnya. Informasi yang dia terima dari petani, kubis di tingkat petani hanya dihargai Rp 200 perkilogram. Itu pun untuk yang lokasi lahannya di pinggir jalan. Jika lahan petani jauh dari akses transportasi, harganya bisa lebih hancur.

"Kasihan petani, kalau yang lahannya gak di pinggir jalan mungkin kubisnya bisa dibeli Rp 100 perkilogram,"katanya

Kabid Holtikultura pada Dinas Pertanian, Peikanan dan Ketahanan Pangan Erwin Indriatmoko mengatakan, harga sejumlah komoditas holtikultura saat ini masih turun drastis dibanding harga normal. Wabah Covid 19 membuat daya beli masyarakat menurun. Pihaknya pun telah berusaha mencarikan jaringan pemasaran untuk menyerap hasil panen petani.

Ia mencontohkan, ada lembaga atau yayasan yang memborong hasil panen petani untuk disumbangkan ke pesantren. Tetapi ia menyadari cara itu belum bisa menyerap seluruh hasil panen petani.

"Dampak Covid 19 ini menurunkan daya beli masyarakat. Di sektor lain seperti perikanan pun sama," katanya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    AA
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    berita POPULER

    © 2024 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved