Terkuak, Vaksin Virus Corona COVID-19 Mandeg karena Kurang Dana
Daftar Isi

Baca Juga: loading
KONTENISLAM.COM - Banyak ilmuwan yang menyatakan perlunya vaksin untuk penyakit yang disebabkan oleh virus corona.
Alasan vaksin Virus Corona COVID-19 belum ditemukan dan bertele-tele,
salah satunya, karena kurang dana untuk riset. Hal ini diungkapkan oleh
sejumlah ilmuwan yang mengeluh.
Delapan belas tahun silam, virus tak dikenal menyebabkan wabah mematikan
di Provinsi Guangzhou, China. Virus ini yang kemudian oleh ilmuwan
dinamakan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome). Penyakit ini
disebabkan oleh Virus Corona yang muncul pada hewan lalu menyebar ke
manusia.
Dalam beberapa bulan, SARS menyebar ke 29 negara dan menginfeksi lebih
dari 8 ribu orang dan menewaskan 10 persennya, atau sekitar 800 orang.
Vaksin ini kemudian dikembangkan puluhan ilmuwan di Asia, Amerika
Serikat (AS), dan Eropa untuk melawannya.
Beberapa calon vaksin muncul, dan siap untuk diuji coba secara klinis.
Namun kemudian epidemi SARS berhasil dikendalikan, dan penelitian
tentang Virus Corona diabaikan.
Sepuluh tahun setelah kemunculan SARS, muncul lagi satu lagi penyakit,
yang juga disebabkan oleh Virus Corona, yaitu MERS-Cov. Penyakit ini
menyebabkan gangguan pernapasan parah. MERS (Middle East Respiratory
Syndrome) berasal dari unta dan menyebar ke manusia.
Lagi-lagi, banyak ilmuwan yang menyatakan perlunya vaksin untuk penyakit
ini. Kini, hampir 20 tahun sejak kemunculan SARS, Virus Corona jenis
baru kembali menerpa manusia. Dinamai SARS-Cov-2 atau COVID-19, telah
menginfeksi lebih dari 1,6 juta orang, data sampai Sabtu, 11 April 2020.
Kembali dunia bertanya-tanya, kapan vaksin akan siap? Kalau kita tahu
bahwa Virus Corona sebelumnya bisa menyebabkan kematian, kenapa kita tak
belajar darinya? Kenapa penelitian mengenai vaksin dihentikan
sebelumnya?
`Kami tak tertarik`
Sekelompok ilmuwan di Houston, Texas, AS, meneruskan penelitian mereka
untuk vaksin SARS, dan pada 2016, punya vaksin yang siap menghadapi
Virus Corona ketika itu.
"Kami menyelesaikan uji coba dan melewati momen kritis untuk menciptakan
proses produksi vaksin tersebut," kata Dr Maria Elena Bottazzi,
direktur National School of Tropical Medicine di Baylor College of
Medicine.
"Kami pun pergi ke NIH (National Institutes of Health, Amerika Serikat)
dan bertanya, apa yang perlu kami lakukan untuk segera memproduksi
vaksin ini? Dan mereka menjawab jika saat ini mereka tak lagi tertarik
dengan vaksin itu,” tutur Maria.
Vaksin ini dibuat untuk menghadapi Virus Corona yang menyebabkan wabah
SARS pada 2002. Namun, karena wabahnya berhasil dikendalikan, para
peneliti ini tak bisa mendapat dana untuk pengembangan lebih lanjut.
Beberapa bulan setelah wabah SARS berhasil dikendalikan, pemerintah dan
perusahaan farmasi kehilangan minat melanjutkan penelitian.
Tidak hanya vaksin yang dihentikan. Puluhan ilmuwan juga menghentikan
penelitian mereka karena menghilangnya minat dan dukungan dana.
Susan Weiss, profesor mikrobiologi di University of Pennsylvania, AS,
mengatakan kepada BBC bahwa ketika wabah berakhir sesudah 7 sampai 8
bulan, pemerintah dan perusahaan farmasi, langsung kehilangan minat pada
penelitian tentang Virus Corona".
"Tambahan lagi, SARS tersebar terutama di Asia, dan sedikit di Toronto, Kanada, serta tak menjangkau Eropa."
"Sedangkan MERS penyebarannya hampir terbatas di Timur Tengah saja."
"Lalu minat terhadap virus corona berkurang. Hingga sekarang. Dan menurut saya, seharusnya kita lebih siap," kata Susan.
Dua peringatan
SARS dan MERS, menurut para ahli, merupakan dua peringatan luar biasa
mengenai bahaya Virus Corona, namun tetap saja upaya untuk
menyelidikinya tak berlanjut.
Sekali pun vaksin yang dikembangkan Dr Bottazzi untuk SARS berbeda
dengan vaksin untuk COVID-19, para ahli setuju bahwa jika vaksin Dr
Botazzi siap, maka kemajuan mungkin akan lebih lekas tercapai.
Jason Schwartz, profesor di Yale University School of Public Health,
mengatakan persiapan untuk pandemi ini seharusnya sudah dilakukan sejak
wabah SARS pada 2002.
"Jika kita tidak mengabaikan program riset vaksin SARS, kita akan punya
fondasi untuk meneliti virus corona baru yang sangat berhubungan ini,"
katanya kepada majalah The Atlantic.

Virus penyebab Covid-19 bisa dibilang `sepupu dekat` dari penyebab SARS tahun 2002.
Virus penyebab COVID-19, yang disebut SARS Cov-2 bisa dibilang sepupu
dekat dari penyebab SARS pada 2002. Secara genetis, 80 persen virus itu
sama, kata Dr Bottazzi. Dan karena vaksin buatannya sudah melalui proses
persetujuan, itu bisa diadaptasi dengan lebih cepat untuk virus corona
baru.
"Kita akan sudah punya contoh bagaimana perilaku tipe-tipe vaksin ini
dan sekalipun virusnya tidak sama, mereka dari jenis yang sama,"
paparnya kepada BBC Mundo.
“Kita akan sudah punya pengalaman melihat apa masalah vaksin ini dan
bagaimana mengatasinya. Karena kita sudah punya pengalaman perilaku
praklinis dari vaksin SARS dan kita bisa memperkirakan vaksin baru ini
perilakunya akan kurang lebih sama".
`Proposal bisnis yang buruk`
Lalu mengapa penyelidikan terhadap vaksin virus corona terhenti?
Semuanya, kata para ahli, tergantung ketersediaan dana untuk riset.
"Kita tak meminta US$100 juta atau US$1 miliar," kata direktur Houston
National School of Tropical Medicine.
"Kita meminta sekitar tiga sampai empat juta dolar. Dengan satu setengah
juta dolar, kita bisa melaksanakan studi klinis terhadap profil untuk
manusia. Namun mereka menghentikan pada saat kita hampir berhasil
menemukan bukti yang penting.
Dana terhenti karena tidak ada pasar untuk vaksin tersebut, papar Peter
Kolchinsky, seorang ahli virus dan direktur perusahaan bioteknologi RA
Capital.
Ketersediaan dana merupakan kunci keberlangsungan riset.
"Kenyataannya, ketika ada pasar, ada solusi," katanya kepada BBC.
"Kini, kita punya ratusan vaksin virus corona, tapi untuk hewan: babi, ayam, sapi dan sebagainya".
Vaksin ini tersedia untuk mencegah penyakit yang bisa merugikan industri pangan yang bernilai puluhan jutaan dolar.
"Masalahnya, bagi perusahaan, ini merupakan proposal bisnis yang buruk
untuk mengembangkan produk yang diperkirakan tak akan dipakai selama
puluhan tahun ke depan, bahkan mungkin untuk selamanya".
“Ini adalah investasi yang harus dilakukan oleh pemerintah. Jika ini
menjadi prioritas, tak diragukan bahwa pemerintah akan mendanai
pengembangan vaksin untuk SARS,” kata Kolchinsky.
"Dan mungkin kita akan lebih siap untuk menghadapi Covid-19," tambahnya.
Vaksin baru
Kini kenyataannya kita butuh vaksin untuk melawan virus corona baru
penyebab COVID-19. Kemungkinan besar ini tak akan siap hingga 12 sampai
18 bulan ke depan. Bisa jadi pada saat itu pandemi Corona sudah bisa
dikendalikan.
Dr Bottazzi dan timnya bekerja mengembangkan vaksin dari vaksin SARS
mereka pada 2016 serta vaksin baru untuk Covid-19. Mereka terus mencoba
mendapat dana untuk riset-riset ini.
Investigadores en Brasil.
Peneliti memperkirakan akan butuh waktu 12 hingga 18 bulan sampai vaksin untuk virus corona baru siap.
“Lembaga donor telah memberi kami uang untuk lebih cepat mengembangkan
vaksin tahun 2016. Dan National Institutes of Health memberi dana
sebesar US$400 ribu untuk mulai mengembangkan vaksin baru untuk melawan
Virus Corona COVID-19. Namun, kami tetap harus meyakinkan lembaga donor
untuk menyediakan uang mempercepat penelitian ini”.
Keseluruhan proses ini, menurutnya, sangat bikin frustrasi. "Kami di
laboratorium ingin mengembangkan vaksin-vaksin ini, tapi tak ada
dukungan finansial atau dukungan pemerintah yang memberi kami dana untuk
riset," kata Maria Elena Bottazzi kepada BBC Mundo.
"Karena kita tak punya program berkelanjutan, dan prioritas berganti tergantung keadaan".[viva]