Gaduh Impor Beras, Baiknya Pemerintah Perbaiki Komunikasi dan Data

Aktivitas bongkar muat beras impor asal Vietnam di atas kapal
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Budi Candra Setya

VIVA – Kegaduhan yang dilakukan para pejabat terkait kebijakan impor beras harus segera ditindak oleh Presiden Joko Widodo. Terlebih perbedaan pandangan itu sebenarnya sudah ditentukan di Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas).

Panen Raya di Purwakarta Jelang Lebaran Dimassifkan Perkuat Ketahanan Pangan

"Tegur menteri dan pejabat terkait yang bermuka dua (di Rakortas setuju, di luar menentang), agar tidak merusak kepercayaan publik," ujar anggota Ombudsman RI, Anwar Alamsyah Saragih dalam keterangannya dikutip Senin, 24 September 2018.

Sebelumnya, terjadi polemik antara Dirut Perum Bulog Budi Waseso, dengan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, beberapa waktu lalu, terkait impor beras.

Kombes Iqbal dan Anak Buah Cegat Kendaraan di Lampu Merah, Bikin Pengendara Hepi

Budi Waseso sempat mengatakan bahwa saat ini tidak diperlukan lagi adanya impor beras, dengan asumsi terdapat cadangan beras yang dinilai telah mencukupi, yakni sebesar 2,4 juta ton di gudang-gudang Bulog.

Sementara, Kemendag telah memberikan izin impor beras sebanyak 2 juta ton untuk 2018. Budi Waseso juga menolak menggunakan data BPS sebagai patokan. Padahal, Presiden menegaskan, data pemerintah berpatokan pada data BPS.

Masker Beras Ternyata Memiliki Banyak Manfaat untuk Kesehatan Kulit Wajah, Apa Saja?

Adapun impor beras tersebut diambil berdasarkan keputusan Rakortas, yang dihadiri dan disepakati sejumlah pihak. Bahkan, Bulog telah mengirimkan surat kepada Kemendag terkait perpanjangan masa waktu izin impor, dan disetujui permohonan perpanjangan waktunya.

Alamsyah mengatakan tidak seharusnya terjadi saling sanggah yang disebabkan karena pola komunikasi yang kurang baik. Sebab, semua harus bisa duduk bersama karena ada mekanisme evaluasi.

Selain itu, pemerintah harus memiliki data yang jelas dan akurat, sebagai dasar pengambilan kebijakan. "Perbedaan data itu bisa dari semua instansi. Tapi untuk publish, penetapan sumber datanya dari BPS," katanya.

Ia menambahkan, agar tak jadi masalah seharusnya semua kementerian dan lembaga mengacu kepada data BPS. Jangan sampai ada instansi mengeluarkan pernyataan-pernyataan berdasarkan data internal. Hal itu penting agar tidak menimbulkan polemik di masyarakat.

"Metodenya harus disupervisi oleh BPS. Karena dalam Undang-undang Statistik, yang berhak supervisi metode itu BPS," katanya.

Sedangkan terkait kebijakan impor, pemerintah seharusnya memiliki sistem informasi yang transparan, mulai dari pengambilan keputusan, hingga periodesasinya.

Menurutnya, ada dua tujuan impor beras. Pertama untuk membanjiri pasar agar harga di pasaran tidak tinggi. Kedua, untuk meningkatkan cadangan. Untuk itu, mendag harus berikan gambaran jelas soal realisasinya.

Lebih lanjut, Alamsyah mengatakan bahwa impor sejatinya merupakan langkah untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Angka impor harus disesuaikan kebutuhan serta singkron dengan produksi dalam negeri dan berdasarkan perhitungan yang tepat pula.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya