Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Meniti Keunikan Khoth Jawi


MANUSKRIP SALINAN ENGKU MALIN KUNING
Manuskrip yang dijadikan acuan penciptaan karya pameran khoth Jawi lafal AḶLĀH-MUHAṀMAD ini aku beri nama “Kitab Engku Malin Kuning”, diambil dari nama penyalinnya. Disimpan oleh Syamsudin di desa Koto Ronah, Pendalian, Rokan Kiri, Kabupaten Rokan Hulu, Riau.

Kitab ini secara tidak sengaja ditemukan rombongan Dinas Pariwisata Rokan Hulu dan PR I Universitas Lancang Kuning saat berkunjung ke objek wisata di Koto Ronah tahun 2018. Keberadaan manuskrip ini tersembunyi, bahkan orang sekampung dengan bapak Syamsudin tidak banyak yang tahu.

Saat kunjungan itu seorang pegawai Kantor Dinas Pariwisata Rokan Hulu bernama Syahrizal ikut serta dalam rombongan. Syahrizal mendatangi rumah bapak Syamsudin digiring oleh imajinasi mitisnya seolah merasakan di rumah tersebut ada benda unik dan berharga. Terkadang hal-hal mitis selalu muncul membawa keberuntungan. Ketika ditanya oleh Syahrizal tentang adanya benda berharga di dalam rumah, bapak Syamsudin sempat membantah, namun akhirnya manuskrip Kitab Engku Malin Kuning itu dikeluarkan juga untuk diperlihatkan pada Syahrizal.

PENULIS/PENYALIN
Ada empat halaman bertulis nama gelar penyalin manuskrip, yakni;
  1. “Inilah keterangan empunya surat kitab yang gelar Ngku Malin orang negri Kota Tua tertulis kepada tujuh hari bulan Dzulhijjah.” (Hal. 06)
  2. “Hijrah Nabi seribu tiga ratus dua puluh (1320 H - 1899 M), gelar Engku Malin.” (Hal. 29)
  3. “Hadza al milik orang yang empunya surat kitab ini Malin Kuning (diselip tulisan latin “Malin Kuning”) Kota Ranah Kubu Baru.” (Hal. 52)
  4. “Gelar Engku Kuning.” (Hal. 303)

Ada empat penulisan yang berbeda-beda untuk nama gelar itu; 1) Ngku Malin, 2) Engku Malin, 3) Malin Kuning, dan 4) Engku Kuning. Hal ini sangat menarik, bahwa untuk satu gelar nama orang ternyata dapat ditulis berbeda namun semuanya merujuk pada subjek yang sama. Dari keempat perbedaan itu ditetapkanlah gelar Engku Malin Kuning untuk identifikasi manuskrip tersebut.


IDENTIFIKASI
Isi kitab;
  1. kumpulan (kompilasi) kitab-kitab yang dikarang oleh banyak orang/ulama, 
  2. konten dan konteks kitab yang beragam, 
  3. ada salinan manuskrip asli Melayu dan ada kitab terjemahan dari bahasa Arab ke bahasa Melayu, 
  4. lembaran-lembaran yang sengaja tidak ditulis memisahkan antara beberapa manuskrip salinan, 
  5. gaya aksara khoth Jawi yang berbeda beda pada beberapa bagian manuskrip yang berbeda konten, 
  6. tarikan kalam yang sejenis pada seluruh halaman, 
  7. keunikan komposisi pada kalimat dan diksi kata khusus.

Setidaknya tujuh identifikasi ini dapat memberi kesimpulan tentang keberadaan manuskrip Engku Malin Kuning, yakni;
  1. kitab ini adalah salinan dari beberapa naskah, 
  2. penulisnya satu orang, 
  3. dilihat dari keunikan komposisi lafal; Aḷlāh, Muhaṁmad, Lā ilāha iḷlaḷlāh, Biṣmiḷlāhiṛrohmāniṛrohīm, kalimat yang dikomposisikan secara unik dll, maka diketahui bahwa si penyalin tidak mengikuti dan mentaati gaya penulisan naskah yang disalinnya. Si penyalin memiliki sense of art dan gubahan khas milik pribadi.


KOMPILASI KITAB-KITAB
Kitab manuskrip ini berisi kompilasi berbagai tulisan, mulai dari :
  1. syair tanpa judul (tentang akhir zaman),
  2. kisah azab siksa kubur dan doa yang dibacakan selama tujuh hari bagi orang yang baru saja dikuburkan,
  3. hukum dan kaifiyat sholat tarwih Ramadhan,
  4. tata cara fardhu kifayah jenazah,
  5. petunjuk menunaikan sholat fardhu lima waktu dan Jum’at, puasa, dan berbagai petunjuk bacaan niat dalam amal wajib serta sunnah,
  6. tentang rukun sahadat, rukun Islam, dan rukun Iman, rukun tiga belas beserta tuntunan bacaan dalam sholat diberi judul “Kitab Tertib Sholat Sembahyang”,
  7. kumpulan do’a-doa,
  8. salinan kitab Haji karangan Muhammad Zain bin Muhammad Badawi diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Melayu (selesai ditulis, Jumadil Akhir 1311 H – 1890 M),
  9. kitab tasawuf ilmu kalimah Tauhid,
  10. kitab rajah, 
  11. kitab tasawuf atas izin Syaikh ‘Abdullah bin Ma’ruf Palimban,
  12. Kitab adab dalam amaliah ibadah nafilah,
  13. Kitab khutbah,
  14. "Surat Pengajar” orang yang menyuratkan ini beroleh gelar Ahmad berasal dari negeri Kertat Tuah, sebelas hari bulan Syawal, ditulis mulai pada pagi Jum’at sampai pada petang Sabtu malam Ahad,
  15. sya’ir nadzhom nabi Yusuf,
  16. Sya’ir Tuan Malim Itam orang dari Lengung yang kemudian beroleh gelar Tuan Fakir Abdul Wahab,
  17. Sya’ir alam kubur,
  18. Syair sifat Nabi,
  19. Kitab wudhu,
  20. kitab nujum,
  21. khutbah nikah,
  22. Hikayat kanak-kanak,
  23. kitab ragam zikir dan do’a,
  24. Rukun Taubat,
  25. Kumpulan kisah-kisah Mulia Rosulullah SAW,
  26. Ilmu Musyahadah,
  27. Kitab umur dunia,
  28. Kitab Rasi Nama Orang,
  29. Hikayat Nabi Bercukur,
  30. Kitab Pelangkahan dll.

KEPENTINGAN
Kitab salinan Engku Malin Kuning ini memiliki keunikan pada cara penulisan yang khas dan jarang ditemukan dalam manuskrip lain. Meskipun manuskrip ini salinan dari banyak kitab-kitab namun penyalinnya memerdekakan kreatifitas untuk menggoreskan gayanya sendiri. Keunikan komposisi dari tangan Engku Malin menjadi basis penciptaan komposisi baru untuk karya pameran Allah-Muhammad.

Komposisi Engku Malin disebut unik karena berbasis konsep ide gagasan murni pribadinya. Sebagai orang Melayu, Engku Malin telah menerjemahkan rasa Melayu itu ke dalam khoth Jawi yang dia tuliskan. Demikian pula komposisi Engku Malin yang dikembangkan lebih lanjut melahirkan ribuan komposisi khoth lafal AḶLĀH-MUHAṀMAD yang belum pernah ada sebelumnya.

Ternyata karya seni berbasis konsep warisan sekalipun memiliki peluang untuk lahirnya representasi kreatif novelties. Konseptual art berperan besar untuk menyambungkan benang merah karya masa lalu ke dalam citra visual karya masa kini. Bukan berarti bahwa konseptual art adalah benar-benar terputus keterpautannya dengan fakta sejarah silam. Tiada mungkin suatu yang benar-benar baru itu berdiri sendiri menurut pandangan kebudayaan. Logika berfikir manusia berupa fragmen ide-ide kreatif yang dianggap terbaru sekalipun adalah berasal dari akumulasi, stimulus, bahkan intertekstual pola-pola berfikir dari pengalaman seseorang. Dengan demikian, konseptual art itu sama sekali bukan mengandalkan ide gagasan independen tanpa keterkaitan dengan apapun atau siapapun, melainkan konseptual art adalah soal keterbukaan transparansi dan pertanggungjawaban seniman secara tertulis kepada khalayak publik atas semua aspek ide yang telah dipilih dan dituangkan dalam karyanya.

Satu hal penting difahami dalam conseptual art adalah kontekstual yang memiliki tujuan-tujuan jelas dan dituliskan dalam dokumen. Bukan tujuan-tujuan penciptaan karya yang diserahkan penilaiannya pada publik untuk dieksekusi sebebas-bebasnya secara arbitrer oleh siapapun.

Maka, basis acuan berfikir untuk menggali ide penciptaan karya kreatif pada pameran ini adalah pengembangan khoth Jawi karya Engku Malin Kuning, melalui langkah kajian dan proses desain, bertujuan untuk mengembalikan martabat khoth Jawi melalui media mediasi karya seni rupa.


RASA MELAYU
Penulisan diksi kata bahasa Arab dalam beberapa manuskrip Melayu ada yang tidak mematuhi hukum keberaksaraan Arab. Ditulis dengan cara Melayu sebab dipengaruhi oleh ragam logat. Kelainan pola struktur penulisan ala Melayu tersebut tidaklah menekan semangat religiusitas penggunanya. Walaupun kita tahu bahwa standar penulisan khoth Jawi selalu mengacu pada bahasa Melayu tinggi dan rasam Arab untuk diksi kata asli Arab. Setakat ini belum menjadi masalah berat yang bertentangan dengan syariat, kecuali ada keinginan menjadikan perkara itu sebagai bahan baku perdebatan.

Kode, tanda, dan rasa Melayu adalah pokok pangkal fundamental yang harus ada/nampak pada khoth Jawi. Cerminan dari sikap dan mentalitas seniman yang menyadari perlunya kehadiran ciri budaya dalam karya. Rasa Arab sudah pasti terjejas pada abjad Arab, namun ketika telah dinamai khoth Jawi maka rasa Melayu harus terlihat sebagai penanda hadirnya identitas Melayu di situ.

Rasa Melayu mudah dikenali oleh orang Melayu itu sendiri. Melalui khoth Jawi yang dipamerkan ini sebenarnya untuk menunjukkan bagaimana manisnya hubungan erat antara dua bangsa, yakni Arab dan Melayu tersebut. Kita akan menunggu tanggapan dan reaksi itu selama pameran dan pasca ekshibisi nanti.

NASIB KHOTH JAWI
Hari ini kita masih menikmati kesepakatan penggunaan abjad Jawi beralih ke Rumi atau Latin bahkan seolah-olah yakin khoth Jawi kurang pas untuk mengkomunikasikan beragam bidang keilmuan atau dianggap tidak seksi. Realita ini ada benarnya namun di sisi lain kita lalai membangun kesempurnaan untuk penyeimbangan fungsi kekinian khoth Jawi. Al hasil, jiwa semangat Melayu Islam menjadi pudar sebab khoth Jawi tiada hadir sepenuhnya bersama kita lagi. Di sini kita kalah dan terjajah tanpa disadari.

Hendaknya para kaligrafer Melayu mulai membuka ufuk fikirannya untuk meniti keunikan khoth Jawi. Tugas bersama kita mengangkat kembali harkat martabat Melayu-Islam melalui kajian-kajian berkesinambungan dan penciptaan karya seni khoth Jawi baru.

PANDAI MEMILIH PAKAIANNYA
Wiliam Marsden mendengar perbincangan dua orang Melayu tentang jam dinding buatan Eropa yang dianggapnya lucu;
  • I have heard a man exclaim, after contemplating the structure and uses of house clock, “it is not fitting that such as the should be slaves to people who have the igenuity to invent, and the skill to construct so wonderful a machine as this? “the sun”, be added, “is a machine of this nature. But who winds it up, said his companion? who but Allah, replied he”. (Marsden, Hal. 189: Ed. II, 1784)

Melayu yang menjawab pernyataan temannya “bahwa mesin sekalipun pasti digerakkan Allah jua (atas kuasa Allah)” seolah tidak mengerti bahwa jam itu adalah reka teknologi. Marsden mirip kebanyakan kita hari ini menganggap teknologi ciptaan manusia hak mutlak si penemu tanpa perlu melibatkan peran kuasa Allah.

Marsden nampak mulai muak melihat Melayu tidak suka meniru licentiuosnes (pola tabiat komunal) tradisi Eropa, bahkan sama sekali tidak terpesona pada fashion mewah Eropa. Menuduh Melayu tidak memiliki ekslusifitas seperti Eropa. Marsden mengakui bahwa Melayu kukuh menggenggam adab moral dibanding soal dunia. Logika kesadaran kemelayuan (keislaman) yang terlalu kuat menyebabkan Marsden menyarankan untuk mempengaruhi perasaan mereka agar mudah dijinakkan. Demikianlah asal muasal pintu kehancuran bangsa Melayu di tangan penjajah kolonial. Barang-barang Eropa mulai digandrungi sehingga identitas Melayu bercampur baur dengan liturgi Eropa.

Demikian pula Sir Thomas Stamford Rafles tidak sudi menerima fakta realita kecintaan bangsa Melayu terhadap Islam dan Rosulullah SAW. Iri pada kecendrung Melayu menyukai tradisi Arab, bahkan menuding bangsa Arab yang singgah di Tanah Melayu hanyalah niagawan bermodal kecil, malas, tidak berguna, penganggur yang bergantung pada rasa iba bangsa Melayu dengan memanfaatkan kedok syaikh (guru agama) untuk memperoleh strata jabatan tinggi di tengah pemimpin Melayu. Arab yang direndahkannya itu adalah para bangsawan yang mulia sebab nasabnya (para habib, said, syarif) yang tiada berkehendak harta dunia berlebihan dan menjadikan usaha niaga kecil-kecilan untuk menyokong hidup agar tidak mengemis pada makhluk Allah manapun.

Sedangkan bangsa Melayu sadar kewajibannya memuliakan ahlul bait Rosulullah dan takut menjadi “kacang yang lupa pada kulitnya” (tidak berterimakasih pada Islam). Rafles tidak senang melihat para syaikh Arab bebas bea cukai pelabuhan dan menuduh mengajak Melayu memusuhi Eropa melalui pembajakan serta perlawanan. Rafles seolah-olah menasihati bangsa Melayu atas ancaman Arab, padahal sebaliknya Eropa ini si rakus dan biadab membangun koloni demi urusan kuasa menguasai.

Logika Rafles memandang hubungan Melayu dan Arab rusak sebab dengkinya melihat Arab lebih dimuliakan dibanding bangsa Eropa lalu melancarkan propaganda bahwa Arab telah mengajarkan fanatisme dan intoleransi. Rafles tidak tahu sejarah Arab dan Melayu telah menjalin hubungan ratusan tahun sebelum abad pertama Masehi. Eropa berani menempuh jalur pelayaran ke Laut Selatan baru sejak upaya Vasco Da Gama (akhir abad ke-15). Eropa menorehkan sejarah hitam sebagai kolonial dan perampok lautan sejati dan nyata dalam fakta sejarah. Arab tidak pernah melakukan kolonialisasi melainkan melebur dan tidak pernah merebut tanah serta kekuasaan bangsawan Melayu melalui penindasan senjata dan kebiadaban.

Melalui pameran karya khoth Jawi ini semoga tumbuh bersemi kembali kecintaan terhadap Islam dalam jantung qolbu kita.

ARAB DI MATA BANGSA MELAYU
Islam adalah cap mutlak bagi seorang Melayu. Mengaku Melayu berarti dipastikan dia Islam. Bangsa Melayu penuh harap lagi berkemauan teguh memilih Islam tanpa paksaan. Alquran diturunkan berbahasa Arab, kepada Rosulullah berbangsa Arab di jazirah Arab. Sebab kecintaan pada Islam dan Rosulullah yang berbangsa Arab maka bersangatan pula kehendak bangsa Melayu menjadikan huruf Alquran sebagai tauladan acuan menulis bahasa Jawi (bahasa Melayu).

Bukti bangsa Melayu memuliakan Arab dapat dilihat dalam beberapa aspek yang masih dikenal berikut ini;
  1. Memakai sumpah mengatas namakan kutukan Alquran 30 juz bagi orang yang bersalah.
  2. Seluruh mantra Melayu menyertakan syahadat dan bismillah.
  3. Menyatakan dalam sejarahnya bahwa silsilah raja-raja Melayu berasal dari Bani Israil dan Quraiys atau Iskandar Dzulqornain.
  4. Adat Melayu kuno dibangun berbasis suhuf Ibrahim AS dan Musa AS.
  5. Penghormatan Melayu pada Arab sebab Rosulullah SAW diperintah memuliakan Quraiys (Arab) dua kali. “Allah telah memerintahkanku untuk melaknati Quraisy dua kali, maka aku pun melaknati mereka. Dan Allah juga memerintahkanku untuk bersholawat atas mereka, maka aku pun bersholawat atas mereka sebanyak dua kali. (Lih. Ahmad 18628)
  6. Adanya kajian ilmu tasawuf khusus membahas hakikat setiap huruf Arab.
  7. Penggunaan huruf Arab sebagai rajah.
  8. Menghormati huruf Arab sehingga orang Melayu semasa menghindari penggunaan huruf Arab untuk menulis teks yang tidak berfaedah, melainkan dipakai untuk menulis kitab ajaran berhikmah dan pesan nasihat serta untuk urusan maslahat semata-mata. Bukan untuk menulis kata-kata jahat, kotor, apalagi menulis kitab durhaka.
  9. Adanya istilah “hadits Melayu” berupa ungkapan yang bersetujuan maknanya dengan Alquran dan hadits Rosulullah SAW.

Dalam kronik Abu Zaid al-Hasan as-Siraf (264 H / 877 M) dikisahkan tentang Ibnu Wahab bin Al-Asud (Quraiys asal Khaibar) yang menyatakan bahwa raja China mengakui dirinya berada setelah raja Arab, pada posisi ketiga adalah raja India, dan posisi keempat raja Romawi (Eropa). Bangsa India dan China mengakui raja Arab mulia, kuat, kaya raya dan hebat dalam banyak hal sebab mereka Islam.

Menurut Abu Zaid China memposisikan diri setelah Arab, kemudian Eropa dan urutan keempat adalah raja Muharrom Al Adn yang memiliki ciri-ciri menindik telinganya dan menguasai seluruh India. Rajanya bergelar Balhara bahkan seluruh raja-raja India yang berdaulat sekalipun mengakui keunggulan dan kekuasaannya. Raja Balhara memberi hadiah istimewa setelah pemberian raja Arab. Uang peraknya disebut dirham Tartar bernilai setengah dirham Arab. Menghitung tahun berdasarkan tahun Hijriyah untuk kepentingan masa pemerintahan rajanya.

Umumnya raja mereka berumur panjang mencapai usia lima puluh tahun lebih dan menyatakan bahwa umur panjang dan berlanjutnya kekuasaan mereka disebabkan adab dan perhatiannya yang besar pada Arab, dan begitu pula sebaliknya. Wilayah kekuasannya mulai dari Kamcam (Kaucam, India) hingga perbatasan China, dan dikelilingi banyak kerajaan yang berperang dengannya namun dia tidak pernah melakukan ancaman terhadap mereka. Saya katakan bahwa Muharromi Al Adn yang rajanya bergelar Balhara itu adalah raja Melayu di Sumatera. (Hasil penelitian unpublish).

Patut menjadi renungan kita hari ini bahwasanya siapa pun dia yang membenci Arab, merendahkan ahlul bait dengan seribu satu alasan-alasan penolakan, maka tak ubahnya telah ditimpa kuman penyakit seperti yang dialami Rafles dan penjajah Eropa di masa lalu. Maka pameran ini semoga menjadi nasihat berharga bagi kita untuk tidak ikut serta membenci Arab, bahkan membenci bangsa manapun.


KEUNIKAN KHOTH JAWI
Keunikan khoth Jawi dapat dikenali setelah membandingkannya dengan khoth Arab. Ada rasa al ‘arobiyah pada khoth Arab demikian pula seharusnya ada rasa Melayu dalam khoth Jawi. Keunikan khoth Jawi jarang diperhatikan melainkan seringkali dianggap harus serasa sama seperti khoth Arab. Orang tidak sadar bahwa aksara yang sejenis ketika dipakai untuk menulis bahasa yang berbeda akan menampilkan citra visual yang melahirkan “kelainan semu” namanya. Rasa Melayu yang paling mudah ditemukan ada dalam komposisi (tarkib).


junaidi syam khoth jawi jonkobet
JUNAIDI SYAM


RiauMagz.com - Kebudayaan Riau, Wisata Riau