Riwayat Hidup R.A. Kartini

Profil R.A. Kartini

  • Nama : Raden Adjeng Kartini
  • Tempat Lahir : Jepara Jawa Tengah
  • Tanggal Lahir : Senin, 21 April 1879
  • Zodiac : Taurus
  • Wafat : 17 September 1904, Kab. Rembang Warga Negara : Indonesia
  • Agama : Islam
  • Pasangan: K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat
  • Anak : Soesalit Djojoadhiningrat
  • Dikenal karena : Emansipasi wanita

Buku Buku Tentang R.A. Kartini

  • Habis Gelap Terbitlah Terang
  • Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya
  • Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904
  • Panggil Aku Kartini Saja (Karya Pramoedya Ananta Toer)
  • Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya
  • Aku Mau … Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903.

A. Asal-Usul Kehidupan R.A. Kartini

Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priayi atas kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Sosroningrat Bupati Jepara. Beliau putri R.M. Sosroningrat dari istri pertama tetapi bukan istri utama. Kala itu poligami adalah suatu hal yang biasa.

Kartini lahir dari keluarga ningrat Jawa. Ayahnya R.M.A.A. Sosroningrat pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Ibunya bernama M.A. Ngasirah putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono seoran guru agama di Teluwakur, Jepara. Peraturan kolonial pada waktu itu mengharuskan seorang Bupati beristerikan seorang bangsawan, karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (moerjam) keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.

Kartini lahir pada tanggal 28 Rabiulakhir tahun Jawa 1808 (21 April 1879) di Mayong, afleding, Jepara, kemudian sekolah Belanda di Jepara, tempat kedudukan bapaknya menjadi Bupati. Dimasa sekolah itu Kartini merasa bebas.Waktu sudah berumur dua belas tahun, tiba-tiba dipaksa ditutup (dipingit) .

Orang tua Kartini memiliki adat memingit dengan teguh, meskipun dalam hal-hal lain sudah maju, bahkan sebenarnya keluarga yang termaju di pulau Jawa. Empat tahun lamanya kartini tidak diizinkan keluar rumah , ketika sudah berumur 16 tahun (pada tahun 1895) ia dibolehkan melihat dunia luar lagi. Kartini seorang anak yang suka belajar, dan dia tahu masih banyak pengetahuannya yang dapat dipelajari, dia tiada hendak kurang dari kawankawannya anak gadis Eropa dan saudara-saudaranya yang menjadi murid H.B.S.. Dipohonkannya kepada Bapaknya dengan sangatnya supaya boleh juga terus belajar, seperti kawan-kawannya dan saudaranya, tetapi dengan pendek saja diberi bapaknya jawaban tidak.

Kartini anak yang kelima. Yang sulung adalah R.M. Sosroningrat, dibawahnya pangeran A. Sosrobusono yang menjadi Bupati di Ngawi, sesudah itu Raden Ayu Tjokroadisosro, dan Drs. R.M. Sosrokartono. Adik-adik kartini ialah R.A. Rukmini yang kemudian menjadi R.A. Santoso (kudus), R.A. Kardinah yang kemudian menjadi R.A. Reksonagoro Bupati Tegal, R.A. Kartinah (menjadi R.A. Dirdjoprawiro), R.M. Sosromulyono, R.A. Sumantri (menjadi R.A. Sosrohadikusumo). Dan R.M. Sosrorawito.

Kartini adalah anak ke 5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung Kartini adalah anak perempuan tertua. Beliau adalah keturunan dari keluarga yang cerdas. Kakeknya Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat menjadi Bupati dalam usia 25 tahun, kakak Kartini Sosrokartono adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa.

Sampai usia 12 tahun Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Disini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda, tetapi setelah usia 12 tahun ia harus tinggal di rumah karena sudah biasa dipingit. Karena Kartini bisa bahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensinya yang berasal dari Belanda salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku Koran dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul kemauan untuk memajukan perempuan pribumi, dimana kondisi sosial saat itu perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah. Kartni banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Broos Hooft, ia juga menerima Leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Diantaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di Hollandsche Lelie.

Perhatiannya bukan hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tetapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Diantara buku yang dibaca sebelum berumur 20 tahun, terdapat judul Max Havelaar dan surat-surat cinta karya Multatuli yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (kekuatan gaib) karya Louis Coperus, kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta De Witt yang sedang-sedang saja, Roman Feminis karya Nyonya Goekoop de-jong Van Beek dan sebuah roman anti perang karangan Berta Van Stuttner, Sie Waffen Nieser (letakkan senjata) semuanya berbahasa Belanda. Oleh orang tuanya Kartini disuruh menikah dengan bupati Rembang, Raden Adipati Joyoningrat yang sudah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Kartini diberikan kebebasan mendirikan sekolah wanita disebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang yang kini digunakan sebagai gedung Pramuka. Anak pertama sekaligus terakhir R.M. Soesilat, lahir pada tanggal 13 sertember 1904, pada tanggal 8 Nopember 1903 R.A. Kartini Menikah, beberapa hari kemudian tanggal 17 Sertember 1904 Kartini meninggal pada usia 25 tahun.

Kartini dimakamkan di desa Bulu, Rembang. Berkat kegigihannya Kartini kemudian didirikan sekolah wanita oleh yayasan Kartini di Semarang pada 1912, kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun Cirebon dan daerah lainnya, nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”. Yayasan Kartni ini didirikan oleh keluarga Van Deventer seorang tokoh politik etis. R.A Kartini cucu pangeran Ario Tjondronegoro, Bupati Demak yang terkenal suka akan kemajuan. Beliaulah Bupati yang pertama-tama yang mendidik anakanaknya, laki-laki maupum perempuan dengan pelajaran barat.

Dalam tahun 1846 belum ada pikiran memberikan pendidikan kepada orang Bumiputera, bahkan sekolah bagi orang Eropa masih banyak celanya. Tetapi beliau sudah dapat meremalkan apa yang perlu di waktu yang akan datang. Supaya anak-anaknya mendapat pelajaran Barat, maka mendatangkan seorang guru dari negeri Belanda, semata-mata bagi anak-anaknya. Celaan Bupati-bupati yang lain tidak dipedulikannya. Beberapa tahun sebelum meninggal, katanya, anak-anakku, jika tidak mendapat pelajaran engkau tiada akan mendapat kesenangan, turunan kita akan mundur, ingatlah”. Dan anak-anak itu membenarkan perkataan beliau itu. Pada tahun 1902 di seluruh pulau Jawa dan Madura hanya empat orang Bupati, yang pandai menulis dan bisa bercakap-cakap dalam bahasa Belanda, ialah Bupati Serang (P.A.A.Achmad Djajadiningrat), Bupati Ngawi (R.M. Tumenggung Kusumo Utoyo), Bupati Demak (Pangeran Ario hadiningrat, paman R.A. Kartini), dan bupati Jepara (bapak R.A. katini R.M. Adipati Ario Sosroningrat). Di Cirebon ada beberapa Bupati yang mendapat didikan, selebihnya pada masa itu masih kolot.dari situ kelihatan betapa majunya keluarga R.A. Kartini. Pamannya itu bukan sekali dua kali menjadi anggota commissi yang didirikan pemerintah untuk menyelidiki sesuatu perkara, dalam permulaan abad ini didirikan perhimpunan Bupati. Maka yang menjadi ketua yang pertama-tama Pangeran Ario Hadiningrat.

Beliau itulah pula yang mula-mula pandai menguraikan pikiannya dan pendapatnya secara orang Barat, ialah pikiran dan pendapatnya tentang keadaan dalam masyarakat orang Jawa. Dan tentang apa yang harus dijalankan akan memperbaiki keadaan itu. Dalam tahun 1871 beliau dipekerjakan pada departemen B.B. kemudian diwajibkan membuat nota tentang apa-apa sebabnya amtenar Bumiputera berkurang disegani orang dan tentang apa-apa yang hendaknya dijalankan supaya mereka itu naik derajatnya. Dari yang tersebut diatas teranglah, bahwa nenek R.A. Kartini adalah seorang yang suka maju, yang tidak memperdulikan celaan orang , terus saja melakukan apa yan baik dalam pikiranya. Beliau seorang perintis jalan. Sepeninggal beliau juga masih disebut-sebut orang namanya dengan hormatnya. Turunan Tjondronegoro terkenal keluarga yang suka maju. Anak-anaknya semuanya menerima warisan bapaknya ialah sipat suka maju, karena itu diberikanlah anakanaknya pendidikan seperti apa yang ia dapat. Saudara R.A. Kartini banyak yang lulusan H.B.S, sekolah yang tinggi yang ada di negeri kita ini pada waktu dahulu, dan seoarang saudaranya di negeri Belanda, Belajar. Dalam suratnya tanggal 29 Nopember 1901 kata Kartini kepada Nyonya Abendanon: Kartini dan saudaranya laki-laki maupun perempuan, dididik bapaknya menjadi orang yang berpikiran. Ikhtiar itulah jasa yang menyebakan bapak banyak disegani dan disayangi orang.

Presiden Soekarno mengelurkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 108 tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini tanggal 21 April untuk diperingati setiap tahan sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.

B. Sahabat-Sahabat Dekat R.A. Kartini

1. J.H. Abendanon

J.H. Abendanon datang ke Hindia Belanda pada than 1900, ia ditugaskan oleh Nederland untuk melaksanakan politik etis. Tugasnya adalah sebagai direktur depertemen pendidikan, agama dan kerajinan. Untuk memulai tugasnya Abendanon banyak meminta nasihat dari teman sehaluan politiknya Snouk Hurgronye seorang orientalis yang terkenal sebagai arsitek perancang kemenangna Hindia Belanda dalam perang Aceh. Hurgronye mempuyai konsepsi yang disebut politik Asosiasi yaitu suatu usaha agar generasi muda Islam mengidentifikasikan dirinya dengan barat. Hurgronye Menyaran Abendanon untuk mendekati Kartini, dan untuk tujuan itulah Abendanon menjalin hubungan baik dengan Kartini. Abendanon yang paling gigih menghalangi Kartini untuk belajar ke Nederland, ia tidak ingin Kartini lebih maju lagi. E.E. Abendanon (Ny.Abendanon) ia adalah pendamping setia suaminya dalam menjalankan tugasnya mendekati Kartini. Sampai menjelang hayatnya Kartini masih menjalin hubungan korespondensi dengannya.

2. Dr. Adriani
Keluarga Abendanon pernah mengundang keluarga Kartni ke Batavia. Di Batava Inilah Ny. Abendanon memperkenalkan Kartini dengan Dr. Adriani,
ia seorang ahli bahasa dan pendeta yang bertugas menyebarkan Kristen di Toraja, Sulawesi Selatan. Dr. Adriani berada di Batavia dalam rangka perlawatannya keliling Jawa dan Sumatera. Untuk selanjutnya Dr. Adriani menjadi teman korespondensi Kartini yang intim.

3. Annie Glasser
Ia adalah seorang guru yang memiliki beberapa akta pengajaran bahasa, ia mengajarkan bahasa perancis secara privat kepada Kartini tanpa memungut bayaran. Glasser diminta oleh Abendanon ke kabupaten Jepara untuk mengamati dan mengikuti perkembangan pemikiran Kartini. Tidak mengherankan jika Abendanon kelak dapat mematahkan rencana Kartini untuk berangkat belajar ke Nederland, dengan menggunakan diplomatis psikologis tingkat tinggi, hal ini sangat mudah dilakukan oleh Abendanon karena ia menempatkan Annie Glasser sebagai mata-matanya.

4. Stella (Estelle Zeehandelaar)
Sewaktu dalam pingitan (lebih kurang empat tahun), Kartini banyak menghabiskan waktunya untuk membaca. Kartini tidak puas hanya mengikuti perkembangan pergerakan wanita di Eropa melalui buku dan majalah saja beliau ingin mengetahui keadaan yang sesungguhnya. untuk itulah kemudian beliau memasang iklan di sebuah majalah yang terbit di Belanda “Hollansche Lelie”. Melalui iklan itu Kartini menawarkan diri sebagai sahabat pena untuk wanita Eropa. Dengan segera iklan Kartini tersebut disambut oleh Stella seorang wanita yahudi Belanda. Stella adalah anggota militan pergerakan feminis di negara Belanda saat itu ia bersahabat dengan tokoh sosialis Ir. Van Koll wakil ketua SDAQ (partai sosialis Belanda) di Twede Kamer (parlemen).

5. Ir. Van Kol
Van Kol pernah tinggal di Hindia Balanda selama 16 tahun, selain sebagai seorang insinyur, ia juga seorang ahli dalam masalah colonial, Stella lah yang selalu memberi informasi tentang Kartini kepadanya, sampai pada akhirnya ia berkesempatan datang ke Jepara dan berkenalan langsung dengan Kartini. Van Kol mendukung dan memperjuangkan kepergian Kartini ke negeri atas biaya pemerintah Belanda. Van Kol berharap dapat menjadikan Kartini sebagai saksi hidup kebobrokan pemerintah kolonial Hindia Belanda, semua ini untuk memenuhi ambisinya dalam memenangkan partainya (sosialis) di parlemen.

6. Nellie Van Kol (Ny. Van Kol)
Ia adalah seorang penulis yang memiliki pendirian humanis dan progresif. Dialah orang yang paling berperan dalam mendangkalkan akidah Kartini. Pada awalnya ia bermaksud mengkristenkan Kartini, dengan kedatangannya seolah-olah sebagai penolong yang mengangkat Kartini dari ketidakpedulian terhadap agama, setelah perkenalannya dengan Ny. Van Kol Kartini mulai peduli dengan agamanya yaitu agama Islam. Sekarang kami merasakan badan kami lebih kokoh, segala sesuatu tampak lain sekarang. Sudah lama cahaya itu tumbuh dalam hati sanubari kami, kami belum tahu waktu itu, dan Ny. Van Kol yang menyibak tabir yang tergantung dihadapan kami, kami sangat berterima kasih kepadanya. (surat Kartini kepada Ny. Ovink Soer, 12 Juni 1902).

Setelah Kartini kembali menaruh perhatian pada masalah-masalah agama, mulailah Nellie Van Kol melancarkan misi kristennya. Ny. Van Kol banyak menceritakan kepada kami tentang Yesus yang tuan muliakan itu, tentang rasul-rasul Petrus dan Paulus. (surat Kartini kepada Dr. Adriani, 5 juli 1902).

7. Nyonya M.C.E. Ovink Soer
Ialah Nyonya asisten resident Jepara yang kemudian digantikan oleh tuan Gongrijp. Dari situ isi surat-surat kepada Nyonya itu diketahuilah betapa karibnya R.A. Kartini dengan dia sampai disebutnya ibu.

8. Tuan Prof.Dr G.K.
Anton dan Nyonya di Jena (Jerman) pernah mengunjungi pulau jawa dan singgah di Jepara. Kenalan yang lain adalah Nyonya H.G. de Booij- Boissevain.

9. Tuan E.C. Abendanon
Anak Mr. Abendanon yang disebut Kartini Abang.

C. Buku-Buku Bacaan R.A. Kartini

R.A. Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima Leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Diantaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Diantara buku yang dibaca R.A. Kartini diantaranya terdapat judul Max Havelaar dan surat-surat cinta karya Multatuli, yang pada Nopember 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (kekuatan gaib) karya Louis Coperus, Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman feminis karya Nyonya Goekoop de Jong Van Beek dan sebuah roman anti perang karangan Berta Von Suttner, Sie Waffen Nieder (letakkan senjata) semua berbahasa Belanda.

Buku-buku bacaan yang dibaca R.A. Kartini ini memang tidak seberapa jika dibandingkan dengan masa sekarang, namun jika buku-buku bacaan itu muncul di masa R.A. Kartini maka itu hal yang luar biasa dan mengagumkan, karena di masa R.A. Kartini itu sulit dan jarang sekali didapatkan buku-buku sepeti itu, yang ada hanya surat menyurat. Jadi R.A. Kartini termasuk perempuan yang cerdas, kreatif, yang selalu ingin berpikir maju pada zamannya.

D. Sekolah Kartini (Kartinischool), 1918.

Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, Soesalit Djojoadhiningrat, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.

Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”. Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.

E. Surat-surat R.A. Kartini

Setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa. Abendanon saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang arti harfiahnya “Dari Kegelapan Menuju Cahaya”. Buku kumpulan surat Kartini ini diterbitkan pada 1911. Buku ini dicetak sebanyak lima kali, dan pada cetakan terakhir terdapat tambahan surat Kartini.

Pada tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkannya dalam bahasa Melayu dengan judul yang diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran, yang merupakan terjemahan oleh Empat Saudara. Kemudian tahun 1938, keluarlah Habis Gelap Terbitlah Terang versi Armijn Pane seorang sastrawan Pujangga Baru. Armijn membagi buku menjadi lima bab pembahasan untuk menunjukkan perubahan cara berpikir Kartini sepanjang waktu korespondensinya. Versi ini sempat dicetak sebanyak sebelas kali. Surat-surat Kartini dalam bahasa Inggris juga pernah diterjemahkan oleh Agnes L. Symmers. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Jawa dan Sunda.

Terbitnya surat-surat Kartini, seorang perempuan pribumi, sangat menarik perhatian masyarakat Belanda, dan pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Pemikiran-pemikiran Kartini yang tertuang dalam surat-suratnya juga menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia, antara lain W.R. Soepratman yang menciptakan lagu berjudul Ibu Kita Kartini.

F. Pemikiran R.A. Kartini

Pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti tertulis: Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderricht, Zelf- vertrouwen dan Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Semua itu atas dasar Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan), ditambah dengan Humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan Nasionalisme (cinta tanah air).

Surat-surat Kartini juga berisi harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar. Pada perkenalan dengan Estelle “Stella” Zeehandelaar, Kartini mengungkap keinginan untuk menjadi seperti kaum muda Eropa. Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu.

Pandangan-pandangan kritis lain yang diungkapkan Kartini dalam surat-suratnya adalah kritik terhadap agamanya.[butuh rujukan] Ia mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami. Ia mengungkapkan tentang pandangan bahwa dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. “…Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu…”[butuh rujukan] Kartini mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah.[butuh rujukan]
Surat-surat Kartini banyak mengungkap tentang kendala-kendala yang harus dihadapi ketika bercita-cita menjadi perempuan Jawa yang lebih maju. Meski memiliki seorang ayah yang tergolong maju karena telah menyekolahkan anak-anak perempuannya meski hanya sampai umur 12 tahun, tetap saja pintu untuk ke sana tertutup. Kartini sangat mencintai sang ayah, namun ternyata cinta kasih terhadap sang ayah tersebut juga pada akhirnya menjadi kendala besar dalam mewujudkan cita-cita. Sang ayah dalam surat juga diungkapkan begitu mengasihi Kartini. Ia disebutkan akhirnya mengizinkan Kartini untuk belajar menjadi guru di Betawi, meski sebelumnya tak mengizinkan Kartini untuk melanjutkan studi ke Belanda ataupun untuk masuk sekolah kedokteran di Betawi.

Keinginan Kartini untuk melanjutkan studi, terutama ke Eropa, memang terungkap dalam surat-suratnya. Beberapa sahabat penanya mendukung dan berupaya mewujudkan keinginan Kartini tersebut. Ketika akhirnya Kartini membatalkan keinginan yang hampir terwujud tersebut, terungkap adanya kekecewaan dari sahabat-sahabat penanya. Niat dan rencana untuk belajar ke Belanda tersebut akhirnya beralih ke Betawi saja setelah dinasihati oleh Nyonya Abendanon bahwa itulah yang terbaik bagi Kartini dan adiknya Rukmini.

Pada pertengahan tahun 1903 saat berusia sekitar 24 tahun, niat untuk melanjutkan studi menjadi guru di Betawi pun pupus. Dalam sebuah surat kepada Nyonya Abendanon, Kartini mengungkap tidak berniat lagi karena ia sudah akan menikah. “…Singkat dan pendek saja, bahwa saya tiada hendak mempergunakan kesempatan itu lagi, karena saya sudah akan kawin…” Padahal saat itu pihak departemen pengajaran Belanda sudah membuka pintu kesempatan bagi Kartini dan Rukmini untuk belajar di Betawi.

Saat menjelang pernikahannya, terdapat perubahan penilaian Kartini soal adat Jawa. Ia menjadi lebih toleran. Ia menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumiputra kala itu. Dalam surat-suratnya, Kartini menyebutkan bahwa sang suami tidak hanya mendukung keinginannya untuk mengembangkan ukiran Jepara dan sekolah bagi perempuan bumiputra saja, tetapi juga disebutkan agar Kartini dapat menulis sebuah buku.

Perubahan pemikiran Kartini ini menyiratkan bahwa dia sudah lebih menanggalkan egonya dan menjadi manusia yang mengutamakan transendensi, bahwa ketika Kartini hampir mendapatkan impiannya untuk bersekolah di Betawi, dia lebih memilih berkorban untuk mengikuti prinsip patriarki yang selama ini ditentangnya, yakni menikah dengan Adipati Rembang.

Sumber Bacaan

R.A. Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang, (Jakarta :Balai Pusaka.1992) hlm. 4

wikipedia.Org/wiki/ Kartini

Tag: , , , , , ,

Diposting oleh Adica


Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *