kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45999,83   6,23   0.63%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Era digital mudahkan musisi cari pasar


Jumat, 23 Maret 2018 / 11:15 WIB
Era digital mudahkan musisi cari pasar


Reporter: Annisa Heriyanti, Elisabeth Adventa, Jane Aprilyani | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Perkembangan teknologi dan aplikasi musik digital yang begitu pesat membawa perubahan tersendiri pada industri musik tanah air. Perubahan tersebut tak hanya terjadi pada para penikmat musik, tapi juga pada para musisinya. Salah satu perubahan yang paling mencolok nampak pada kemudahan bagi pemusik untuk menjajakan berbagai produknya.

Menurut Iga Massardi, vokalis sekaligus gitaris Barasuara, adanya aplikasi musik digital, para musisi makin cepat, mudah dan murah juga dalam menyebarkan karya-karyanya ke pendengar di mana pun. Terutama dalam segi promosi lagu dan album baru, pendengar atau penikmat musik bisa lebih cepat mendapatkan lagu terbaru dari Barasuara dalam hitungan jam, bahkan menit.

“Misal, kami selesai edit lagu baru jam 1 pagi, nanti sekitar jam 2 atau 3 pagi, kami sudah bisa rilis di aplikasi digital," ujar dia. Lebih cepat dan tentu murah. Ia menyebut, untuk promosi awal, aplikasi musik digital memang sangat efektif. Ia pun menilai, perkembangan teknologi di era digital seperti saat ini ini merupakan peluang yang sangat baik bagi industri musik tanah air untuk berkembang.

Pelaku industri musik lainnya yang memanfaatkan media digital dalam pengembangan bisnisnya adalah Endank Soekamti. Setelah lepas dari label Nagaswara Music, band asal Yogyakarta ini membuat official website, record label dan production house sendiri, yakni Euforia Records serta Euforia Audio Visual. "Era digital membuat kami menjadi mandiri dalam hal penjualan," jelas Feri Winarno, Manager Endank Soekamti yang lebih akrab disapa Ulog.

Selain kedua band indie tersebut, Efek Rumah Kaca juga menggunakan sejumlah toko digital dalam mendistribusikan lagunya. Dimas Aria, Manager Efek Rumah Kaca pun mengakui promosi melalui media digital sangat membantu mereka.

Teknologi digital terutama media sosial menjadi sasaran utama dalam penyebaran musiknya karena dianggap pertumbuhan musik melalui media platform akan cepat sampai kepada pendengar. Konsumsi masyarakat terhadap digital sangat besar sehingga mendengarkan musik melalui daring tentu menjadi sasaran utama pendengar karena dianggap lebih mudah dan efektif.

Terdongkrak medsos

Sejauh ini, media sosial memang sangat membantu para pemusik untuk mendongkrak download, penjualan album dalam bentuk fisik (CD), serta cinderamata. Promosi melalui media sosial juga menjadi strategi yang bagus untuk menguasai pasar.

Tak hanya aplikasi musik digital yang membantu Barasuara dalam berpromosi. Iga bilang sosial media, terutama Instagram juga sangat membantu mereka untuk lebih dekat dengan pendengar dan penikmat musik Barasuara. “Lewat Instagram kami sering upload kegiatan kami juga, misal waktu kami latihan. Kami juga sering kasih info tentang jadwal manggung tiap bulan, dimana dan kapannya,” tuturnya.

Selain itu, Iga juga menyebut, akun Instagram Barasuara juga digunakan untuk berjualan beberapa merchandise khas Barasuara. Menurutnya, Instagram efektif digunakan untuk berinteraksi langsung dengan penggemar, merilis lagu baru dan berbagi aktivitas tiap personel Barasuara. “Untuk tahap promosi dan berinteraksi dengan penggemar, sosial media, terutama Instagram sangat membantu kami,” ujarnya.     

Meski demikian, Iga mengaku pemasukan terbesar Barasuara tidak bertumpu pada aplikasi musik digital tersebut. Karena di kalangan para musisi sendiri, pembagian royalti antara penyelenggara aplikasi dengan musisi masih menjadi pro-kontra. “Ya ada pro-kontralah itu di kalangan musisi, pembagian royaltinya terlalu kecil dan sebagainya," ujarnya.

Tapi, bagi Barasuara itu bukan jadi masalah. Iga menegaskan, yang penting karya mereka bisa dinikmati oleh pendengar lebih luas.

Ia pun mengaku jika pemasukan terbesar Barasuara tetap ada pada penampilan off-air maupun on-air mereka. Sedangkan penjualan merchandise atau download lewat aplikasi musik digital hanya membantu sebagian saja.

Namun, kondisi berbeda justru dialami oleh Endank Soekamti yang benar-benar serius menggarap pasar digitalnya. Ulog mengatakan, dari penjualan albumnya sebanyak 80% diperoleh dari sosial media. Sementara sisanya, 20% berasal dari penjualan offline. "Kami memang fokus ke digital media, seperti website, Instragram, Facebook," tuturnya.

Tak hanya memasarkan lewat Soekamti.com, album grup bank yang berdiri pada 2001 ini juga bisa dibeli lewat Tokopedia dan Bukalapak. Harga yang dibanderol untuk penjualan boxset beragam, berkisar Rp 180.000-Rp 600.000. Isi boxset pun beragam mulai dari digipack, t-shirt Salam Indonesia, buku dan lain-lain. "Saat presale boxset terjual 5.000, sekarang perbulan 500-an," tutur Ulog.

Sama seperti keduanya, Efek Rumah Kaca juga menajajaki media sosial untuk penjualan berbagai produknya. Terhitung sejak 2016 hingga saat ini, pendapatan Efek Rumah Kaca dari berbagai toko digital mencapai US$ 13.000. Sementara, pendapatan dari konser mencapai Rp 700 juta setiap tahunnya.  

Pilihan di tangan penggemar

Telah 17 tahun berdiri, Endank Soekamti mengakui penggunaan website dalam promosi memang berbeda. Melalui website, ia justru tak merasakan persaingan yang berarti, meski banyak band yang mengikuti langkahnya untuk memasarkan boxset ke penggemar.

Disamping aktif melakukan promosi lewat digital media, Endank Soekamti juga membuat Vlog Fest sendiri. Vlog bukan hanya sebuah film tapi diharapkan akan jadi program tahunan dengan misi penggalangan dana untuk pendidikan di Indonesia. Itu sebabnya produksi film ini dilakukan secara swadaya dan tidak memakan banyak biaya.

Ulog juga berharap dengan adanya sosial media, semakin banyak musisi yang menggunakan sosial media dalam pemasaran, dan penggemar juga semakin update dengan karya Endank Soekamti.

Sedangkan, bagi Iga, di era digital seperti sekarang ini, jika ingin berkembang tinggal bagaimana para musisi bisa menjadikan kemudahan teknologi sebagai peluang dan kesempatan untuk berkarya lebih baik.
Bahkan, menurut pandangannya, pengkotak-kotakan genre musik atau pasar musik sudah tidak relevan. "Sudah bukan eranya. Yang relevan ya buatlah karya musik yang terbaik dari versi si musisi itu sendiri. Soal penilaian gimana-gimananya ya nanti biar pendengar yang menilai dan memutuskan,” pungkasnya.                          

Kesempatan yang sama antara musisi

Peta industri musik sudah berubah sejak lima terakhir. Dunia musik menghadapi perubahan, terutama dari cara menikmatinya. Mulai dari beli compact disk (CD), mengunduh lagu-lagu (download) hingga layanan streaming yang saat ini sedang populer.

Masuknya era digital ke Indonesia tentu memberi banyak dampak, baik positif maupun negatif terhadap industri ini. Penjualan musik berbentuk fisik atau melalui toko fisik sudah pasti tergerus jalur digital. Bahkan, bentuk fisik sebuah album kini sudah tak laku lagi, berganti pada digital, melalui download hingga sharing atau streaming.

Aplikasi musik digital, sebut saja Spotify, Joox, Yonder, ITunes, YouTube/Vevo pun selalu hadir bagi penggemar. Sejumlah aplikasi ini berhasil menggeser peran label rekaman. Adanya tren teknologi, kemudahan dan biaya yang lebih murah menjadi daya dorong maraknya pengguna musik dengan aplikasi ini.   

Para musisi juga bisa juga harus siap menghadapi era ini. Meski awalnya menuai pro dan kontra, namun semua orang yang bekerja di industri musik perlahan mengikuti alur digital ini. Tengok saja, mereka mulai aktif menggunakan YouTube, salah satunya, dan memburu subcriber dan pendengarnya.

Sebab, pasar juga mengikuti perubahan ini. Semakin banyak orang yang berlangganan layanan aplikasi musik dan streaming lagu. Kalau dilihat lebih jauh, kondisi ini juga berpontensi menurunkan angka pembajakan yang selama ini sulit dikendalikan.

Musisi pun sejatinya bisa menuai banyak keuntungan. Selain biaya produksi lebih murah, mereka lebih leluasa dalam memasarkan karya produksinya. Tak terbatas waktu dan jarak. Jangkauan pasarnya luas, bahkan bisa mendunia.

Tak hanya itu, pendatang baru ataupun senior sama-sama punya kesempatan menyalurkan karyanya. Sehingga, bagi mereka pendatang baru, boleh jadi, bisa mengejar popularitas dengan cepat. Setelah namanya sudah banyak dikenal, tawaran untuk off air pun bisa dengan cepat mereka dapatkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Storytelling with Data (Data to Visual Story) Mastering Corporate Financial Planning & Analysis

[X]
×