kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Wangi aromanya, semerbak bisnis skincare organik


Selasa, 20 Maret 2018 / 12:15 WIB
Wangi aromanya, semerbak bisnis skincare organik


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Produk perawatan yang bebas paraben dan sodium lauryl sulphate (SLS) banyak diburu pelaku gaya hidup sehat dua tahun terakhir. Paraben dan SLS merupakan bahan kimia yang umum digunakan untuk membuat sabun, shampo, deterjen, pasta gigi dan kosmetik. Pasalnya, penggunaan kedua bahan tersebut secara terus-menerus bakal membahayakan kesehatan kulit. Kondisi ini membuka peluang bagi aneka produk perawatan berbahan alami, berupa buah, essential oil maupun tumbuhan.

Salah satu produknya adalah sabun handmade alami atau handmade soap. “Handmade soap ini sebenarnya sudah terkenal di luar negeri. Sementara, di Indonesia baru mulai akhir-akhir ini,” jelas Martha Airin, pemilik Marrel Handmade Soap asal Semarang, Jawa Tengah.

Martha mulai membuat handmade soap sejak September 2017, setelah  membaca ada peluang dari sabun berbahan alami di sini. Selain belum banyak pelaku usaha yang melirik, tren gaya hidup sehat juga makin berkembang.  

Marrel Handmade Soap menjual sabun batangan berbahan alami dengan aneka aroma dan bahan dasar. Aneka produk handmade soap Marrel seperti charcoal tea tree, orange soap, milktea soap, mango coconut soap, coffee soap, lavender soap, calendula soap dan lainnya.

Ia menjual dengan harga Rp 30.000–Rp 35.000 per bar.  “Waktu awal jualan, saya juga takut kalau harganya kurang cocok di pasar Indonesia, apalagi di Semarang. Ternyata setelah coba dipasarkan peminatnya banyak juga. Konsumen paling banyak dari Semarang, Bandung, Jakarta. Ada juga dari Sumatra dan Kalimantan,” tutur Martha.

Ia mengaku, saat bulan Desember 2017 lalu pesanan handmade soap buatannya sampai 500 bar. Sedangkan, di pekan biasa, pesanan handmade soap bisa mencapai 100 bar sebulan. “Yang jelas setelah Desember itu pesanan mulai banyak, mungkin sudah banyak orang yang tahu juga. Sekarang sebulan bisa lebih dari 100 bar yang dijual,” kata Martha.       

Mulai banyaknya peminat handmade soap ini juga diakui oleh Yenny, pemilik Honje Soap asal Bandung, Jawa Barat. Sama seperti Martha, Yenny memulai bisnis handmade soap akhir 2017 lalu. "Pas awal-awal jual yang pesan ya 50 - 80 buah per bulan. Sekarang peminatnya makin banyak, naik dua kali lipat," ungkapnya.

Honje Soap menawarkan handmade soap dengan aneka aroma, yakni ombre soap, annatto seed soap, tiger swirl soap, army soap, pink flower soap dan banyak varian lainnya. Harga yang dibanderol Rp 110.000 per box, satu box berisi 3 buah sabun. "Kami jual per 3 buah dan dikemas di gift box. Konsumen juga bebas pilih mau sabun varian apa," ujar Yenny.

Honje Soap juga menerima pesanan suvenir untuk acara tertentu seperti pernikahan, ulangtahun, wisuda dan sebagainya. "Untuk pemesanan minimal 500 bar, kami punya harga khusus. Per bar harganya Rp 17.000. Kalau pesanan di bawah itu kena harga normal," tandas Yenny. Tak hanya membuat sabun batangan alami, perempuan asal Bandung ini juga membuat sabun cair yang di jual Rp 15.000 per botol berisi 250 mililiter (ml).      

Terus asah kreativitas agar fulus sabun cemerlang di tangan

Membuat sabun handmade ternyata tak semudah yang terlihat. Tak sembarang bahan alami bisa menjadi adonan saham organik ini.  

Martha Airin, pemilik Marrel asal Semarang, membutuhkan waktu  sebulan untuk temukan komposisi  yang pas. “Tiap bahan ada takarannya sendiri dan harus pas. Kalau tidak pas nanti bisa lembek atau warnanya berubah,” terang Martha.

Ia mengambil kursuspembuatan sabun handmade di Jakarta selama beberapa hari. Tak hanya soal komposisi yang harus pas, adonan bahan sabun yang telah jadi juga harus disimpan dalam ruangan kering. Tingkat kelembaban ruangan tersebut juga harus diperhatikan karena dapat berpengaruh pada tekstur dan warna sabun.

“Sebisa mungkin ditaruh di ruangan yang kering. Di Indonesia agak susah sebenarnya karena cenderung lembab. Apalagi kalau cuacanya hujan terus seperti sekarang. Jadi biasanya saya taruh di ruangan berpendingin udara. Karena di udara lembab, adonan lembek dan gampang berjamur,” jelasnya.

Selain harus disimpan di tempat kering, bahan yang digunakan untuk membuat sabun handmade juga tidak bisa sembarangan. Yenny, pemilik Honje Soap asal Bandung, mengatakan, bahan alami wajib hukumnya untuk menjaga kualitas sabun handmade ini. Bahkan pewarna yang digunakan sebisa mungkin juga alami atau bisa menggunakan bahan pewarna khusus sabun.     

“Biasanya bahan yang digunakan itu ada essential oil, virgin coconut oil, susu kambing, buah-buahan, tanaman. Aroma sabun biasanya didapat dari essential oil dan pewarna alami bisa dapat dari bahan seperti kunyit, buah bit, charcoal dan sebagainya,” kata Yenny.

Ia mengatakan, perajin sabun handmade harus kreatif dalam bermain warna dan bentuk sabun. Karena selain kualitas bahan yang digunakan, sabun handmade juga menarik dari segi bentuk dan warna.

“Ibaratnya seperti orang bikin kue lah. Penampilan luar sabun ini juga harus diperhatikan agar konsumen tidak bosan dengan bentuk yang monoton. Misal dibentuk seperti tart atau pakai gradasi warna dan pola tertentu pada sabun,” tutur Yenny.

Sepakat dengan Yenny, Martha juga menturkan jika perajin sabun harus rajin berinovasi, baik dari segi varian bahan maupun bentuk dan warna sabun. Inovasi dan kreatifitas dapat diasah dengan rajin melakukan eksperimen. Hal tersebut juga sangat dibutuhkan jika sewaktu-waktu beberapa bahan baku sulit ditemukan.

“Ada bahan seperti beberapa jenis essential oil yang sulit ditemukan di Indonesia. Jadi kami harus impor, itupun juga stoknya terbatas. Rajin percobaan ini itu untuk antisipasi kalau ada bahan yang sulit didapat. Inovasi juga bisa ganti bentuk dan pola sabun saja, tapi komposisi bahannya tetap sama,” pungkas Martha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×