kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ayo borong panci buatan Banyuwangi! (3)


Kamis, 21 September 2017 / 13:30 WIB
Ayo borong panci buatan Banyuwangi! (3)


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Perkembangan zaman dan teknologi rupanya tidak berpengaruh untuk perajin panci dan perabotan rumah tangga di Desa Aliyan, Kecamatan Regojampi, Kabupaten Banyuwangi. Tak tersentuh mesin sama sekali, sampai sekarang mereka masih mempertahankan proses pembuatan secara tradisional.

Namun, meski tak ada bantuan mesin, kualitas produk buatan mereka  terjamin. Tak heran, banyak konsumen menyukai panci-panci garapan perajin Desa Aliyan. Para pelanggan panci umumnya adalah pedagang mie ayam, bakso, dan warung makan.

Saat tim Kontan.co.id mengunjungi lokasi tersebut pada Sabtu (22/7), terlihat proses pembuatan panci-panci itu cukup sederhana. Para perajin hanya mengandalkan peratalan seperti palu yang dibalut karet, gunting, dan alat press.
Lembaran alumunium, digunting sesuai ukuran dan bentuk. Untuk membentuk, mereka cukup memalu lembarang alumunium itu.

Muhammad Al Juffry, salah satu perajin panci mengaku, untuk membuat panci butuh kesabaran, telaten dan perasaan. Bila terlalu kencang saat proses penghalusan maka pantat panci dapat sobek.

Lainnya, kendala usaha yang dihadapi oleh laki-laki asal Madura, Jawa Timur ini adalah susahnya mendapatkan karyawan yang trampil. Dia bilang, dibutuhkan waktu cukup lama untuk mengajari warga setempat agar bisa membuat satu panci yang sempurna.

Sementara, " Orang di sini agak sulit untuk diajari, satu tahun saja belum tentu hasil bisa halus," katanya pada KONTAN. Sampai sekarang tak ada cara yang dia lakukan untuk mengatasi hal tersebut.

Juffry masih enggan untuk mengajak perajin dari kampung halamannya. Sebab, ia harus menanggung biaya transpor dan tempat tinggal selama di Banyuwangi. Padahal, di Sumenep, Madura ada terdapat sentra produksi panci.

Selain itu, Juffry mengeluhkan besarnya tingginya biaya produksi terutama gaji karyawan. Untuk setiap lembar alumunium, satu orang diberikan bayaran sekitar Rp 125.000.

"Sistem pengerjaannya borongan, mereka dapat bayaran saat setor, tapi, kalau saya harus menunggu barang laku dulu di toko. Padahal belum tentu satu bulan laku banyak," jelasnya. Alhasil, dia harus merogoh kocek pribadinya lebih dulu untuk menutupi kebutuhan gaji karyawan.

Banyaknya perajin tidak membuat mereka saling perang harga dan berebut konsumen. Juffry bilang persaingan antar perajin cukup sehat karena mereka menerapkan aturan satu agen satu perajin.

Berbeda dengan Soekarno, perajin panci di Desa Aliyan ini justru bilang kalau ada persaingan harga diantara para perajin. Bahkan, ada perajin yang sengaja menurunkan harga agar proses panci cepat terjual.  

Meski begitu, dia enggan mengikuti langkah itu.  Soekarno lebih memilih mempertahankan harga dengan memberikan jaminan kualitas terbaik dan juga garansi untuk konsumennya.

Selain itu, dia mengatakan, tidak menemui kendala yang berarti dalam proses pembuatan panci miliknya. "Semuanya berjalan lancar, karena hanya andalkan ketrampilan dan keahlian tangan.            

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×