Instrumen investasi yang tepat untuk pekerja lepas

Sabtu, 24 Juni 2017 | 10:00 WIB   Reporter: Francisca Bertha Vistika
Instrumen investasi yang tepat untuk pekerja lepas


Sejatinya, banyak tawaran untuk jadi type designer atau lettering artist dari berbagai perusahaan yang datang ke Irwan Ismoyo. Tapi, pria 26 tahun ini lebih memilih sebagai pekerja lepas alias freelancer desainer tulisan.

Bagi Irwan, menjadi pekerja lepas merupakan sebuah kemerdekaan dalam berkarya. Tambah lagi, dengan usaha yang sama, pendapatan sebagai pekerja lepas dengan membangun personal branding sebagai independent artist jauh lebih besar. “Dan, untuk jangka panjang, jadi freelancer lebih menjanjikan,” kata dia.

Memang, pendapatan sebagai pekerja lepas tak menentu setiap bulan. Tapi, menurut Irwan, dengan tetap hidup secukupnya, dirinya bisa memenuhi kebutuhan.

Apalagi dia punya moto: uang akan cukup jika untuk hidup, tapi selalu kurang bila untuk gaya hidup.

Hanya, Irwan belum menyisihkan sebagian penghasilan untuk berinvestasi. Ia baru memiliki tabungan di bank. Namun, dia berencana membeli emas batangan dalam waktu dekat untuk investasi jangka panjang.

“Emas adalah skala kecil dari properti, karena nilainya sama-sama tidak turun dalam hitungan tahun,” ujarnya yang baru akhir tahun lalu menikah dan berencana berinvestasi di sektor properti.

Agar bisa menabung, setidaknya ada dua langkah yang Irwan lakukan. Tabungan ini sebagai dana darurat, untuk jaga-jaga jika penghasilannya tak mencukupi kebutuhan hidup lantaran order yang masuk sepi.

Langkah pertama, tetap berusaha menabung tanpa mengurangi kebutuhan sehari-hari. Tapi, Irwan dan istri menekan pengeluaran pribadi.

Langkah kedua, mengurangi kebutuhan sehari-hari dan pengeluaran pribadi. Kalau penghasilannya tidak cukup juga, terpaksa Irwan menunda menabung sampai nanti ada uang lebih di bulan berikutnya.

Dana darurat dulu

Freddy Pieloor, perencana keuangan independen, bilang, memang pekerja lepas memperoleh pendapatan yang tidak tetap. Tetapi sebenarnya, mereka memiliki bayangan rata-rata pendapatan sekaligus pengeluaran per tahun, berkaca dari tahun-tahun sebelumnya. “Yang penting, tiap bulan jangan mengalami defisit yang terlalu besar,” ungkap Freddy.

Misalnya, seorang pekerja lepas mengantongi penghasilan sekitar Rp 5 juta hingga Rp 25 juta per bulan. Itu berarti, dalam setahun rata-rata pendapatannya adalah Rp 15 juta sebulan.

Kemudian, saban bulan biaya kebutuhan sehari-hari sekitar Rp 10 juta. Ketika pendapatannya lebih dari Rp 10 juta, kelebihannya harus masuk tabungan atau instrumen investasi.

Jadi, kalau suatu saat penghasilannya kurang dari Rp 10 juta, maka uang tabungan bisa dipakai menutup kekurangan biaya kebutuhan sehari-hari.

Soal instrumen investasi apa yang cocok untuk pekerja lepas, menurut Freddy, tergantung dari tujuan keuangan dan pengalaman si freelancer dalam membiakkan duit. Contoh, bila belum punya rumah dan ingin mendapatkan uang muka (DP) kredit pemilikan rumah (KPR) dalam lima tahun mendatang, bisa menggunakan reksadana campuran dan saham.

Untuk kebutuhan yang sifatnya jangka pendek, pilihannya  bisa jatuh ke reksadana pasar uang. “Jadi, instrumen investasinya tergantung dari apa yang dia prioritaskan. Tapi, pekerja lepas mesti mencapai dana darurat dulu,” ucap Freddy.

Pengumpulan dana darurat tidak melulu di produk simpanan perbankan. Menurut Freddy, pemupukan dana darurat bisa dalam bentuk emas atau logam mulia. Yang jelas, pekerja lepas harus mempunyai dana darurat terlebih dahulu sebelum memulai berinvestasi.

Kalau sudah bisa berinvestasi, Freddy memberi saran, tujuan keuangan yang juga harus dicapai oleh pekerja lepas adalah dana pensiun. Soalnya, tidak seperti pegawai tetap yang mendapatkan pensiun dari perusahaan, pekerja lepas tak memperoleh dana hari tua.

Alhasil, pekerja lepas harus berinisiatif sejak dini untuk mempersiapkan dana pensiun. “Penting juga, dia mesti punya alokasi investasi untuk dana pensiun,” tegas Freddy.

Yang juga tidak boleh dilupakan pekerja lepas adalah memiliki asuransi kesehatan. Freddy menuturkan, dengan menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan) saja sudah cukup memadai jika ingin ekonomis.

Nilai investasi sama

Menurut Safir Senduk, Perencana Keuangan Safir Senduk & Rekan, investasi apa saja yang cocok untuk pekerja lepas, sebetulnya sama seperti karyawan. “Yang membedakan adalah waktu investasinya, pekerja lepas berinvestasi saat dia mendapat honor,” katanya.

Misalnya, pekerja lepas yang berprofesi sebagai pembawa acara atau master of ceremonies (MC) mendapat kerjaan dalam sebulan lima kali. Maka, ia bisa menginvestasikan uangnya dalam lima kali setiap memperoleh bayaran honor.

Soal besarannya, Safir bilang, tidak terbatas. Masing-masing pekerja lepas punya ukurannya sendiri. Hanya, Safir menyarankan, sebaiknya persentasenya sama setiap kali berinvestasi seperti 10% dari honor.

Jika dirupiahkan angka 10% itu enggak besar, pekerja lepas bisa berinvestasi di instrumen yang memang tidak membutuhkan dana gede. Ambil contoh, dengan membeli emas seberat satu gram. Atau, reksadana yang setoran selanjutnya bisa berubah-ubah asalkan tidak di bawah batas minimal.

Tapi sebetulnya, pekerja lepas harus memiliki asuransi kesehatan terlebih dahulu. “Biaya kesehatan sekarang sangat besar,” ujar Safir.

Kalau sudah punya asuransi kesehatan dan pekerja lepas tertarik berinvestasi khususnya properti, mereka harus tahu dulu aset itu akan dijadikan tempat tinggal atau sebagai ladang investasi. Pasalnya, untuk membeli properti butuh dana sangat besar.

Sementara honor pekerja lepas tidak bisa diprediksi, sehingga tak ada waktu pasti kapan uang untuk beli rumah bisa terkumpul.

Hanya, bila tujuan membeli properti sebagai tempat tinggal, itu sebenarnya bukan investasi. Tapi, jika memang ingin investasi properti, pekerja lepas termasuk karyawan harus sadar betul, bahwa properti lebih pas untuk investasi sewa.

“Investasi properti dengan tujuan akan dijual kelak, itu salah. Jualan properti susah. Jika ingin investasi properti, yang lebih baik dengan menyewakannya saja,” kata Safir.

Jadi urutannya: punya dana darurat dan asuransi kesehatan dulu, baru berinvestasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan

Terbaru