ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT

Metode Block Caving Dinilai Butuh Investasi Besar

Selasa, 23 Mei 2017 | 22:43 WIB
FH
FH
Penulis: Feriawan Hidayat | Editor: FER
Pekerja tambang berjalan di sebuah tambang bawah tanah (underground mine) milik PT. Freeport Indonesia (PTFI ) di Mimika, Timika, Papua, Sabtu (14/2).
Pekerja tambang berjalan di sebuah tambang bawah tanah (underground mine) milik PT. Freeport Indonesia (PTFI ) di Mimika, Timika, Papua, Sabtu (14/2). (Antara/M Agung Rajasa)

Jakarta - Masyarakat banyak menganggap kegiatan tambang bawah tanah yang dilakukan PT Freeport Indonesia akan dengan mudah menghasilkan banyak tembaga dengan logam ikutan emas dan perak.

Kenyataannya, menurut pakar tambang bawah tanah, kegiatan tambang dengan metode block caving tidak segampang yang dipikirkan. Selain memiliki tantangan tersendiri, juga sangat penuh resiko dan membutuhkan investasi sangat besar.

"Secara umum, metode block caving seperti yang digunakan Freeport untuk kegiatan tambang bawah tanah membutuhkan biaya paling sedikit US$ 10 miliar. Selain itu, kegiatan produksinya tidak boleh terhenti. Bila terhenti, akan terjadi peningkatan tegangan dan mengakibatkan runtuhnya terowongan," jelas guru besar Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof Ridho Kresna Wattimena, di Jakarta, Selasa (23/5).

Bila terjadi sesuatu yang mengakibatkan terhentinya kegiatan tambang di bawah tanah, lanjut Ridho, akan meyebabkan kerugian yang sangat besar terutama dari sisi cadangan akan hilang dan tidak akan kembali lagi seperti semula karena bijih mineral yang sudah diberaikan akan terkompakkan kembali, menyebabkan perusahaan mengalami kerugian triliunan rupiah atas investasi yang ditanamkan. Selain itu, dapat terjadi kerusakan terowongan akibat konsentrasi tegangan dalam waktu yang lama.

ADVERTISEMENT

Risiko ini sudah pernah terjadi. PT Freeport Indonesia kehilangan cadangan ketika tahun 2011 lalu para pekerja di tambang bawah tanah melakukan mogok kerja selama berbulan-bulan. Sebanyak 20 persen cadangan di bawah, di Deep Ore Zone tak bisa diambil lagi karena sudah terkompakkan kembali.

"Saya berharap bila ada kebijakan dari pemerintah yang dianggap tidak sesuai oleh perusahaan tambang maka sebaiknya dicarikan solusi terbaik, karena ini akan merugikan pemerintah sendiri dalam penerimaan pendapatan, juga merugikan perusahaan dalam berivestasi Ini tidak saling menguntungkan," jelasnya.

Metode block caving yang dilakukan Freeport, menurut Ridho, merupakan satu-satunya yang dilakukan di Indonesia. Metode ini, kata dia, dinilai paling murah per ton produksi bijih karena memanfaatkan gravitasi serta tidak mengganggu lingkungan.

"Selain itu, pengembangannya membutuhkan waktu 15 sampai 20 tahun, dan belanja modalnya cukup besar hingga 70 persen sebelum dapat memasuki tahapan produksi," kata Ridho.

Kepastian Investasi

Mencermati kondisi tersebut, Wakil Ketua Umum Indonesian Mining Institute (IMI), Hendra Sinadia mengatakan, teknologi tambang bawah tanah memang membutuhkan investasi yang luar biasa. Jadi wajar bagi perusahaan manapun menuntut adanya kepastian hukum dari operasional perusahaannya.

"Ini bukan hanya bicara Freeport saja, tapi juga perusahaan tambang lain. Mereka butuh kepastian operasional karena investasinya sangat besar dan jangka panjang. Apalagi risikonya juga tinggi," kata Hendra.

"Pemerintah jangan kaku. Karena Kontrak Karya (KK) adalah produk hukum, dan memang harus diakui di dalam perjalanan kontrak ada UU baru yang mengatur pertambangan. Tapi sekali lagi, ini produk hukum yang harus dihormati. Pengusaha berinvestasi berdasarkan kepastian hukum. Nah, KK membuat pengusaha berani berinvestasi besar-besaran. Jadi jangan main putus begitu saja. Itu tidak baik," tutur Hendra.

Sebagai jalan tengah, dia menyarankan, ada renegoisasi di antara keduanya. Baik pemerintah maupun Freeport harus saling mendengarkan dan tidak memaksakan kehendaknya begitu saja.

"Solusinya negosiasi. Keduanya saling take and give, tidak boleh menang-menangan. Misalnya, Freeport bilang kami akan bangun smelter dan kami butuh ini dari pemerintah. Di sini pemerintah harus mendengarkan. Begitu juga dengan pemerintah, kalau Freeport ingin melepas saham, kami bisa berikan ini," contohnya.

Hendra menyebutkan, ada sekitar 100 perusahaan pertambangan yang kini bermasalah dengan izin terkait adanya UU Minerba terbaru. Namun, kata Hendra, sebagian sudah menyelesaikan renegoisasi dan sebagain belum.

"Salah satunya, Freeport yang belum menyelesaikan negosiasinya dengan pemerintah," sebutnya.



Simak berita dan artikel lainnya di Google News

Ikuti terus berita terhangat dari Beritasatu.com via whatsapp

Ikuti Berita-Berita Ekonomi Terkini Hanya di IDTV

Bagikan

BERITA TERKAIT

Jokowi Akan Tambah Saham RI di Freeport Jadi 61 Persen

Jokowi Akan Tambah Saham RI di Freeport Jadi 61 Persen

EKONOMI
Jokowi Panggil Bos Freeport ke Istana, Ada Apa?

Jokowi Panggil Bos Freeport ke Istana, Ada Apa?

EKONOMI
Pemerintah Melelang Ulang Blok WIUP Mineral Logam dan Batubara

Pemerintah Melelang Ulang Blok WIUP Mineral Logam dan Batubara

EKONOMI
Harga Emas Antam Terangkat Lagi setelah Naik Rp 10.000, Berikut Daftarnya

Harga Emas Antam Terangkat Lagi setelah Naik Rp 10.000, Berikut Daftarnya

EKONOMI
6 Pos Keuangan Penting yang Wajib Dimiliki untuk Jamin Tercapainya Kebebasan Finansial

6 Pos Keuangan Penting yang Wajib Dimiliki untuk Jamin Tercapainya Kebebasan Finansial

LIFESTYLE
Harga Emas Antam Turun Rp 8.000, Berikut Daftar Lengkapnya

Harga Emas Antam Turun Rp 8.000, Berikut Daftar Lengkapnya

EKONOMI

BERITA LAINNYA

Loading..
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ARTIKEL TERPOPULER





Foto Update Icon
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT