TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Inspektorat Aceh Abdul Karim mengakui, dana yang dikelola Aceh sangat besar. Selama 20 tahun, sejak 2008 hingga 2027, Aceh mendapat kucuran total duit otonomi khusus sebesar Rp 163 triliun. Pada tahun ini, Aceh mendapatkan dana Rp 8 triliun dari pusat.
"Hal itu mungkin yang menjadi salah satu alasan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) memandang Aceh mempunyai potensi besar atau rawan korupsi jika pengelolaan dana tersebut tidak dikendalikan dengan baik," ujar Abdul kepada Tempo, Selasa, 17 Januari 2017.
Baca: Rawan Jual-Beli Jabatan, 10 Daerah Ini Diawasi Ketat KPK
Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menyebutkan Aceh termasuk daerah yang menjadi prioritas pengawasan KPK sejak 2016. Aceh dianggap rawan korupsi karena memiliki anggaran otonomi khusus yang besar.
Aceh, menurut Abdul, hampir sama dengan daerah lain pada umumnya. Sektor yang rawan korupsi di Aceh antara lain pengadaan barang dan jasa pemerintah, perizinan dan belanja hibah, serta bantuan sosial.
Untuk mengantisipasi terjadinya korupsi, Abdul menuturkan pihaknya telah melakukan beberapa langkah, di antaranya:
1. Membangun komitmen para pejabat dan pegawai untuk tidak melakukan penyimpangan dengan penandatanganan pakta integritas.
2. Membangun sistem berbasis teknologi informasi pada proses perencanaan pembangunan, penanganan, penatausahaan keuangan, pertanggungjawaban keuangan, perizinan, proses pengadaan barang dan jasa, dan monitoring program kegiatan.
3. Memberikan perbaikan penghasilan kepada pegawai dengan pemberian tunjangan prestasi kerja.
4. Memberikan sanksi tegas kepada pelanggar kewajiban dan larangan, baik dengan pemberhentian secara hormat maupun tidak hormat.
ADI WARSIDI
Baca juga:
Hentikan Jual-Beli Jabatan, Ganjar Gandeng Talent Scouting
Muncul Petisi Pidanakan Plt Gubernur DKI Sumarsono