NPF 43 Multifinance di Atas 5%
Rabu, 7 Desember 2016 | 22:38 WIBJakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan batas waktu maksimal enam bulan kepada 43 perusahaan pembiayaan (multifinance) untuk menurunkan rasio pembiayaan bersamalah (non performing financing/ NPF), yang saat ini tercatat di atas 5%.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Nonbank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani mengatakan, multifinance di Indonesia wajib memiliki posisi NPF paling tinggi sebesar 5%. Namun, saat ini justru terdapat banyak perusahaan pembiayaan yang memiliki NPF lebih dari 5%. Bahkan, ada 25 multifinance yang membukukan NPF melampaui 20%.
"Ini tentu harus menjadi warning, dan perlu menjadi perhatian dari jajaran direksi agar mereka segera melakukan langkah perbaikan. Maksimum dalam jangka waktu enam bulan itu, harus ada penurunan NPF signifikan," tegas Firdaus di sela seminar nasioal Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) di Jakarta, Selasa (6/12).
Sejalan dengan dorongan agar perusahaan multifinance meningkatkan kualitas pembiayaan, OJK juga berencana memberikan insentif bagi perusahaan yang mampu mengelola kualitas pembiaayaan dengan baik. Insentif tersebut akan berupa kelonggaran dari sisi yang muka (down payment/DP).
Firdaus menungkapkan, menjelang akhir tahun ini OJK akan menerbitkan kebijakan itu. Untuk ke depannya, bagi perusahaam pembiayaan yang memiliki NPF di bawah 1% diperkenankan untuk menerapkan DP minimal sebesar 5%.
"Dalam pelaksanaanya, multifinance yang berhak menerapkan DP rendah ini perlu secara bijak menjaga dan memperhatikan aspek manajemen risiko. Sehingga itu, jangan sampai penerapan DP rendah menjadi kontraproduktif yang bisa berdampak pada peningkatan NPF," ujar dia.
Selain insentif bagi industri, kelonggaran berupa DP itu pun diharapkan dapat memberikan dorongan terhadap peningkatan pertumbuhan piutang pembiayaan industri perusahaan multifinance.
Namun, menurut Firdaus, perusahaan pembiayaan harus dapat mengambil pelajaran dari pengalaman tiga tahun terakhir ini saat menghadapi tekanan perekonomian yang luar biasa berat. Sehingga dengan begitu mereka dapat mewujudkan harapan yang lebih baik pada 2017.
"Kami melihat bahwa sampai dengan akhir tahun 2016 ini kemungkinan industri pembiayaan masih menghadapi situasi yang sulit. Oleh sebab itu, perusahaan pembiyaan harus mengambil pelajaran dan membangun kesadaran untuk tidak selalu fokus terhadap pembiayaan otomotif," jelas dia.
Sebelumnya, Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno mengatakan, hingga akhir tahun 2016 ada kemungkinan piutang pembiayaan industri memang hanya tumbuh maksimal 1% secara year on year (yoy) dibanding periode sama pada 2015. Namun tahun depan APPI optimistis piutang pembiayaan industri mereka mampu naik 5% (yoy).
Berdasarkan statistik lembaga pembiayaan yang OJK publikasi, sampai September 2016 piutang pembiayaan industri perusahaan pembiayaan baru naik 1,79% (yoy) dari Rp 371,55 triliun menjadi Rp 378,20 triliun.
Pada periode sama, posisi NPF industri ini justru melonjak signifikan secara yoy, dari 1,54% pada September 2015 menjadi 3,38%. Kemudian, secara month to month (mtm) posisi NPF juga meningkat, karena pada bulan sebelumnya NPF industri perusahaan multifinance sebesar 2,22%.
"Saya belum mengetahui secara pasti penyebab kenaikan NPF itu, tapi mungkin salah satu faktor adalah karena ketentuan perubahan perhitungan kolektabilitas pembiayaan industri yang berubah. Kalau dulu hanya memuat tiga kolektabilitas, kini kami disamakan dengan perbankan dengan menerpakan lima kolektabilitas. Tentu itu ada pengaruh terhadap posisi NPF perusahaan," jelas Suwandi.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News
Ikuti terus berita terhangat dari Beritasatu.com via whatsapp
BERITA TERKAIT
BERITA LAINNYA
B-FILES
Usaha Pencegahan Stunting dari Hulu ke Hilir Melalui Penetrasi Teknologi Akuakultur pada Budidaya Ikan
Luciana Dita Chandra MurniAnak Blasteran
Paschasius HOSTI PrasetyadjiMengatasi Masalah Kesehatan Wanita Buka Peluang Tingkatkan Kehidupan dan Perekonomian
Raymond R. Tjandrawinata