ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT

KMI Jajaki Bangun Pabrik Metanol US$ 900 Juta

Rabu, 28 September 2016 | 20:14 WIB
RK
B
Penulis: Rahajeng KH | Editor: B1
Ilustrasi industri petrokimia
Ilustrasi industri petrokimia (Istimewa )

Jakarta- PT Kaltim Methanol Industri (KMI) menjajaki pembangunan pabrik metanol berkapasitas 1 juta ton per tahun di Teluk Bintuni, Papua Barat. Proyek ini diperkirakan menelan investasi US$ 900 juta.

Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, awalnya, KMI fokus pada pengembangan pabrik metanol di Bintuni. Namun, menurut dia, Kemenperin meminta KMI untuk berkolaborasi bersama perusahaan lain yang juga berminat di Bintuni, seperti PT Pupuk Indonesia dan Ferrostaal, sehingga industri yang dibangun terintegrasi.

"Kami akan terus mendorong agar investasi KMI dipercepat, sehingga KMI bisa kolaborasi dengan perusahaan lain. Sebab, kalau di petrokimia harus terintegrasi, tidak bisa berdiri sendiri. Kalau sendirian, kemungkinan mereka bisa rugi," kata Sigit di Jakarta, Rabu (28/9).

Sigit mengatakan, KMI dan sejumlah perusahaan lain yang berniat investasi di Bintuni tengah menunggu kepastian harga gas. Idealnya, harga gas untuk pengembangan industri petrokimia di Bintuni adalah US$ 3 per mmbtu, sehingga proyek mencapai skala keekonomian. Alokasi gas yang ditentukan untuk KMI sekitar 90 mmscfd pada 2021.

ADVERTISEMENT

Sigit mengatakan, Kemenperin mengajukan harga gas maksimal US$ 4 per mmbtu di hulu, sehingga harga gas hingga di hilir maksimal hanya US$ 6 per mmbtu. Jika usulan ini diterima, investasi bisa mengalir deras ke Bintuni.

"Kendala utama investasi di Bintuni adalah harga gas. Dari keterangan asosiasi industri pengguna gas, tidak ada manfaatnya kalau harga gas di hulu US$ 6 per mmbtu. Sebab, harga gas di hilir bisa mencapai US$ 12 per mmbtu, sehingga tetap menjadi masalah, tidak signifikan, dan tidak ada pengaruhnya," kata Sigit.

Sigit menambahkan, industri petrokimia akan lebih efektif jika terintegrasi. KMI bisa memasok metanol ke proyek Pupuk Indonesia dan Ferrostaal, sehingga menghasilkan produk akhir polietilena (PE) dan polipropilena (PP), bahan baku plastik dan kemasan. Metanol bisa diolah menjadi produk olefin, seperti etilena dan propilena, bahan baku PE dan PP. Metanol juga dapat digunakan sebagai bahan baku pengolahan lem, formalin, dan bahan baku biodiesel.

"Kami minta KMI berkolaborasi supaya metanol mereka diolah menjadi olefin, yang selanjutnya diolah menjadi PP dan PE. Kalau mereka garap sendirian susah," kata Sigit.

Sigit mengatakan, investasi yang bisa ditarik untuk membangun pabrik PP atau PP berkapasitas 1 juta ton sekitar US$ 2 miliar. Hingga kini, perusahaan-perusahaan tersebut masih menunggu kepastian harga gas. Kemenperin berencana menjadikan Bintuni sebagai klaster industri petrokimia berbasis gas.



Simak berita dan artikel lainnya di Google News

Ikuti terus berita terhangat dari Beritasatu.com via whatsapp

Ikuti Berita-Berita Ekonomi Terkini Hanya di IDTV

Bagikan

BERITA TERKAIT

Pabrik BYD di Thailand Mulai Uji Coba Produksi Kendaraan Listrik

Pabrik BYD di Thailand Mulai Uji Coba Produksi Kendaraan Listrik

OTOTEKNO
Pabrik Tesla di Jerman Berhenti Beroperasi karena Sabotase Listrik

Pabrik Tesla di Jerman Berhenti Beroperasi karena Sabotase Listrik

OTOTEKNO

BERITA LAINNYA

Loading..
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ARTIKEL TERPOPULER





Foto Update Icon
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT

B-FILES


Mudik Lebaran 2024: Fenomena Migrasi, Kesiapan Infrastruktur, dan Perputaran Uang

Opini Text

Anak Blasteran

Anak Blasteran

Paschasius HOSTI Prasetyadji