OJK Tidak akan Atur Standardisasi Komisi DPLK
Minggu, 28 Agustus 2016 | 23:48 WIBJakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak akan mengatur standardisasi besaran komisi di industri Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Mekanisme pemberian komisi tersebut akan diserahkan kepada pelaku industri.
Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK Dumoly F Pardede menjelaskan, alasan OJK tidak mengatur pemberian komisi di industri DPLK karena dikhawatirkan terjadi kartel. "Jadi, tidak perlu diatur biar saja mereka berkompetisi sendiri," kata Dumoly di Jakarta belum lama ini.
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (PDPLK) Abdul Rachman mengusulkan agar pemberian komisi di industri dana pensiun diatur oleh OJK. Hal ini bertujuan supaya industri dana pensiun lebih disiplin karena ada pengawasan.
"Aturannya bukan untuk membatasi industri dana pensiun, tapi supaya tarif jangan sampai nol persen atau rendah sekali karena kompetisi, nanti kualitasnya seperti apa," kata dia.
Abdul mengungkapkan, akibat persaingan tersebut, komisi yang diterima industri dana pensiun jadi rendah sekali. Akhirnya, industri tidak memiliki biaya yang cukup untuk mendidik dan menggaji karyawannya karena komisi yang diterima rendah. "Akibatnya mengorbankan kualitas pelayanan kepada masyarakat," ujar dia.
Wakil Ketua Umum PDPLK Nur Hasan Kurniawan mengungkapkan, tarif atau komisi untuk pengelolaan dana nasabah diatur berdasarkan aset perusahaan (klasterisasi). Hal ini bertujuan untuk memberikan transparansi kepada nasabah.
Nur Hasan atau Nanang menjelaskan, selama ini tidak ada ketentuan yang mengatur tarif perusahaan DPLK dalam mengelola nasabah. Alhasil, perusahaan dengan aset besar justru mengenakan tarif rendah sehingga perusahaan beraset kecil tidak bisa bersaing.
"Kalau misalnya kita ditawarkan produk DPLK dari dua perusahaan yang satu beraset besar dan satu beraset kecil, namun tarifnya sama tentunya kita akan memilih perusahaan yang beraset besar," jelas dia.
Tujuan dari adanya tarif, lanjut Nanang adalah agar baik perusahaan besar maupun perusahaan kecil bisa memberikan pelayanan yang sama kepada nasabah. Selain itu, pengaturan tarif ini juga bisa memberikan transparansi kepada nasabah.
"Klasterisasi ini membuat perusahaan yang beraset besar bisa lebih berkomitmen mengelola dana nasabahnya karena tarif yang dikenakan lebih besar, begitu juga sebaliknya," kata dia.
Adapun usulan yang disampaikan ADPLK kepada OJK mengenai pengaturan tarif ini adalah tiga skema klasterisasi. Pertama, perusahaan yang memiliki aset di bawah Rp 700 miliar, hanya mengenakan tarif 0,5% per tahun kepada setiap nasabahnya.
Sedangkan perusahaan dengan aset Rp 700 miliar-2,5 triliun, bisa mengenakan tarif 0,7% per tahun. Sementara perusahaan dengan aset di atas Rp 2,5 triliun, bisa mengenakan tarif 0,9% per tahun.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News
Ikuti terus berita terhangat dari Beritasatu.com via whatsapp
BERITA TERKAIT
BERITA LAINNYA
5
B-FILES
Usaha Pencegahan Stunting dari Hulu ke Hilir Melalui Penetrasi Teknologi Akuakultur pada Budidaya Ikan
Luciana Dita Chandra MurniAnak Blasteran
Paschasius HOSTI PrasetyadjiMengatasi Masalah Kesehatan Wanita Buka Peluang Tingkatkan Kehidupan dan Perekonomian
Raymond R. Tjandrawinata