Kesiapan Indonesia Hadapi MEA Masih Minim
Sabtu, 28 November 2015 | 12:59 WIBJakarta - Indonesia harus benar-benar mempersiapkan diri menghadapi pasar bebas bersama Masyarakat Ekonomi ASEAN ( MEA).
Jika tidak, maka MEA bukan saja berdampak secara ekonomi, tetapi juga secara sosia budaya. Sehingga berpotensi menimbulkan konflik, benturan atau bahkan perusakan kultural.
Waki Ketua Komisi I DPR RI, Tantowi Yahya, mengakui, kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA masih sangat minim. Padahal, diyakini, Indonesia akan menjadi pasar utama bagi berbagai produk dan jasa dari negara anggota.
"Jangan sampai kita jadi bulan-bulanan, dikepung dan dibanjiri oleh produk-produk mereka tanpa kita mendapatkan manfaat," kata Tantowi dalam Seminar Umum bertema "MEA : Antara Nasionalisme dan Pasar Bebas Tenaga Kesehatan", Sabtu (28/11) di Jakarta.
MEA sendiri akan diikuti oleh 10 negara Asean dengan total penduduk mencapai 600 juta jiwa (9,5 persen penduduk dunia). Dari jumlah penduduk anggota MEA, sebanyak 43 persennya ada di Indonesia. Tidak heran Indonesia akan menjadi pasar utama yang besar untuk arus barang dan investasi.
Dalam seminar yang digagas Developing Countries Studies Center (DCSC) dan Universitas MH Thamrin, Tantowi menjelaskan, MEA tidak hanya untuk perdagangan barang dan jasa. Namun juga tenaga kerja profesional seperti dokter, pengacara, akuntan dan lain sebagainya.
Oleh sebab itu, jika tidak ada persiapan dengan baik, maka MEA justru akan menciptakan resiko ketenagakerjaan bagi Indonesia. Mengingat tenaga kerja nasional masih kalah bersaing.
Dijelaskan, ada sejumlah tantangan besar bagi Indonesia dalam menghadapi pasar bebas masyarakat Asean. Diantaranya masih tingginya jumlah pengangguran terselubung, rendahnya jumlah wirausahawan baru untuk mempercepat perluasan kerja.
Sebagai perbandingan percepatan wirausahawan baru Indonesia baru sekitar 1,65 persen. Sedangkan Singapura sebesar 7 persen dan Thailand sebesar 4 persen.
Belum lagi, di sektor ketenagakerjaan, pekerja Indonesia masih didominasi oleh pekerja tidak terdidik sehingga produktifitas rendah.
"Pengangguran di Indonesia tertinggi diantara 10 negara ASEAN anggota MEA lainnya. Kemudian, sektor informal masih mendominasi lapangan pekerjaam. Dimana sektor ini justru belum mendapat perhatian dari pemerintah," ucap Tantowi.
Salah satu pekerjaan rumah terbesar Indonesia saat ini, yakni menyiapkan generasi muda yang terampil. Khususnya di bidang kewirausahaan, Iptek dan bahasa.
Termasuk mendorong pemerintah dan DPR untuk menyiapkan seluruh infrastruktur yang diperlukan.
Khusus MEA dan tenaga kesehatan, diingatkan, sampai saat ini di Indonesia juga belum tumbuh dorongan atau kewajiban untuk mendapatkan sertifikasi internasional.
Di bidang ini pula, tenaga analisis kesehatan nasional masih jauh tertinggal. Sebagai perbandingan, tenaga analisis kesehatan di Asean sebagian besar sudah berpendidikan S1. Sementara di Indonesia masih D-III.
"Perawat di Indonesia juga masih bersifat umum. Padahal kedepan, perawat pun harus memiliki spesifikasi penyakit tertentu," ucap Tantowi.
Selama ini, menurut Tantowi, hampir satu juta orang Indonesia setiap tahun pergi ke luar negeri untuk berobat. Kondisi ini menghabiskan devisa sedikitnya US$ 1,5milyar atau sekitar Rp 20 triliun per tahun.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News
Ikuti terus berita terhangat dari Beritasatu.com via whatsapp
BERITA TERKAIT
BERITA LAINNYA
3
Kota Makkah dan Madinah Bakal Diguyur Hujan Lebat
B-FILES
Usaha Pencegahan Stunting dari Hulu ke Hilir Melalui Penetrasi Teknologi Akuakultur pada Budidaya Ikan
Luciana Dita Chandra MurniAnak Blasteran
Paschasius HOSTI PrasetyadjiMengatasi Masalah Kesehatan Wanita Buka Peluang Tingkatkan Kehidupan dan Perekonomian
Raymond R. Tjandrawinata