Investor Lirik Pengembangan Industri Peternakan Sapi Indonesia
Senin, 27 April 2015 | 15:09 WIBJakarta - Potensi sumber daya alam dan agro ekosistem Indonesia dinilai cocok untuk pengembangan industri peternakan sapi. Tidak heran, minat investor untuk melakukan investasi di bidang peternakan sapi di Indonesia terbilang cukup tinggi.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Syukur Iwantoro, menjelaskan minat investasi peternakan sapi di Indonesia berkisar pada angka minimal Rp730 Milyar.
"Jumlah tersebut di luar beberapa investor yang masih dalam tahap penjajakan dan penyiapan proposal usulan investasi," kata Syukur, Senin (27/4).
Tingginya minat investor dinilainya merupakan peluang bagi Indonesia untuk menjadi negara produsen daging sapi, yang nantinya tidak hanya mampu memasok pasar domestik namun juga pasar ekspor.
Kondisi demikian sekaligus menjadi bekal bagi Indonesia dalam menjawab tantangan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Menteri Pertanian RI, Amran Sulaiman, sebelumnya pernah menyatakan peluang investasi tersebut perlu direspon positif dalam mendukung pembangunan industri peternakan dalam negeri.
Utamanya, solusi untuk menghadapi kendala dalam merealisasikan minat investasi peternakan sapi di Indonesia, tidak cukup dilakukan oleh Kementerian Pertanian saja.
"Perlu keterlibatan dan dukungan berbagai instansi terkait, sehubungan dengan kewenangannya," kata Amran.
Langkah-langkah konkrit telah dilakukan oleh Kementerian Pertanian dalam rangka memfasilitasi dan menjembatani realisasi minat investasi peternakan sapi tersebut.
"Diantaranya pada beberapa waktu yang lalu telah dilakukan konsolidasi antara para investor, BUMN dan Pemerintah Daerah dan instansi terkait yang dipimpin oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan," ucapnya.
Pengembangan investasi peternakan sapi terbagi menjadi tiga cluster, yakni di Propinsi Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan.
Cluster tersebut memerlukan pengkoordinasian lebih lanjut lantaran masing-masing cluster memiliki pendekatan yang berbeda sesuai dengan peraturan daerah, kondisi alam, dan sosial budaya masyarakat setempat.
"Terdapat dua pendekatan pelaksanaan investasi peternakan sapi di Propinsi NTT, yang pertama melalui optimalisasi pemanfaatan lahan milik BUMN, dan pendekatan yang kedua dengan melibatkan peran serta masyarakat setempat," ungkap Syukur.
Sedangkan di Propinsi Kalimantan Timur akan dilakukan investasi peternakan sapi dengan model integrasi sapi- sawit dan sapi-nanas/pisang.
"Pada awal Mei akan dilakukan pertemuan antara Pemerintah Daerah Propinsi Kalimantan Timur, dengan calon investor dan para pengusaha perkebunan sawit untuk membahas kemungkinan kerjasama yang dapat dilakukan," ujarnya.
Dalam rangka realisasi investasi peternakan sapi di Propinsi Sulawesi Selatan akan dilakukan kerja sama dengan Pemerintah Daerah.
"Dinas Kehutanan Propinsi Sulawesi Selatan telah mengidentifikasi adanya 163 ribu Ha lahan hutan yang dapat dimanfaatkan untuk peternakan sapi, diantaranya adalah melalui sistem silvopastura," jelas Syukur.
Dikatakan, pada minggu keempat April rencananya para investor dengan Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Selatan, akan melakukan survey lahan bersama. Tantangan utama untuk realisasi minat investasi tersebut dihadapkan pada kendala aspek non teknis, seperti status lahan, dan infrastruktur.
Government Relation Director dari PT. Great Giant Livestock, Welly Soegiono, menyebutkan, lahan dan infrastruktur merupakan tantangan pihaknya dalam merealisasikan investasi integrasi sapi-nanas di Kalimantan Timur.
Saat ini pihaknya sedang melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah Kalimantan Timur untuk penyediaan lahan untuk realisasi investasi tersebut.
Hal senada diungkapkan oleh Head of Beef Cattle Breeding PT. Santosa Agrindo, Dayan Antoni P. Adiningrat. Menurutnya, dengan setiap penyediaan 100.000 Ha lahan, kapasitas yang dapat ditampung akan memerlukan importasi sapi indukan sebanyak 50.000 ekor.
"Maka populasi sapi potong nasional akan bertambah sebesar 130.000 ekor dalam jangka waktu tiga tahun, serta menghasilkan 58.000 ekor sapi bakalan jantan," kata Dayan.
Hal tersebut tentunya akan menghemat devisa negara sebesar USD 58 juta. Terlebih jika tersedia lahan seluas 500.000 Ha, maka dalam tiga tahun akan dihasilkan 290.000 ekor sapi bakalan jantan sebagai bahan baku industri penggemukan. Dengan demikian dapat menghemat devisa negara sebesar US$ 290 juta.
"Selain lahan, fasilitas pelabuhan bongkar muat yang memadai merupakan salah satu kebutuhan infrastruktur yang perlu dipenuhi, disamping fasilitas logistik karantina, moda transportasi darat dan antar pulau," tutupnya.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News
Ikuti terus berita terhangat dari Beritasatu.com via whatsapp
BERITA TERKAIT
BERITA LAINNYA
1
Menunggu Jadwal Pelantikan, Gibran Akan "Belanja Masalah" yang Ada di Warga
2
4
Ini Alasan Mahfud MD Tak Hadiri Penetapan Capres-Cawapres di KPU
5
Prabowo: Bersatu Membangun Bangsa Tak Harus Jadi Koalisi atau Oposisi
B-FILES
Usaha Pencegahan Stunting dari Hulu ke Hilir Melalui Penetrasi Teknologi Akuakultur pada Budidaya Ikan
Luciana Dita Chandra MurniAnak Blasteran
Paschasius HOSTI PrasetyadjiMengatasi Masalah Kesehatan Wanita Buka Peluang Tingkatkan Kehidupan dan Perekonomian
Raymond R. Tjandrawinata