kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Beradu strategi menggaet pembeli (3)


Jumat, 30 Januari 2015 / 14:27 WIB
Beradu strategi menggaet pembeli (3)
ILUSTRASI. Minum susu membantu mengontrol tekanan darah.


Reporter: Izzatul Mazidah | Editor: Havid Vebri

Sentra produksi tempe di Kelurahan Krobokan, Kecamatan Semarang Barat sudah berdiri sejak tahun 1970-an. Di sini terdapat ratusan pengrajin tempe berskala rumahan. Banyaknya pemain membuat persaingan di antara para pengrajin tempe berlangsung cukup ketat. Mereka pun berlomba-lomba menggaet pembeli demi kelangsungan usahanya.

Ada banyak cara yang mereka terapkan buat menarik minat pembeli. Mulai dari memberikan potongan harga, menjaga kualitas, hingga memberikan pelayanan sebaik mungkin. Seperti dilakukan Suparti. Di tengah ketatnya persaingan, ia  terus mencoba mencari terobosan-terobosan marketing yang efektif menggaet pelanggan.  

Salah satunya dengan mengajak calon pelanggannya untuk melihat langsung tempat produksi tempe di rumahnya. Ia sengaja ingin menunjukkan kepada pembeli bahwa cara pembuatan tempe di rumahnya sangat bersih. "Dengan begitu harapannya  pelanggan memiliki kepercayaan yang lebih untuk tetap membeli produk tempe saya," kata Suparti.

Untuk menggenjot penjualan, ia juga sengaja membuka warung sembako di depan rumahnya. Sebagian tempe yang dia produksi juga dijual di warungnya. Suparti mengaku diuntungkan dengan adanya warung ini. Saat tengkulak tidak datang mengambil tempe, ia tinggal menjual di warung miliknya itu.

Sementara Sumarno sangat memperhatikan kualitas tempe bikinannya. Untuk menjaga kualitas tempe buatannya, ia hanya memakai bahan baku kedelai berkualitas bagus. "Walaupun harganya sedikit mahal tidak apa," katanya.

Dia mengakui menjual tempe bikinannya lebih tinggi dibandingkan  dengan para kompetitor. Di tak takut kehilangan pelanggan. Sebab, dia mengklaim tempe buatannya lebih enak dibanding dengan yang lain.

Untuk membedakan tempe buatannya dengan bikinan para kompetitor, ia menyematkan merek "Anggrek" pada kemasan tempe buatannya. Agar tampak menonjol, Sumarno mendesain khusus tulisan serta cap mereknya dengan warna cerah seperti warna ungu. "Saya ingin merek tersebut selalu melekat di benak konsumen," ujarnya.

Lain halnya dengan Lasno. Ia tetap setia membungkus tempe dengan daun pisang. Menurutnya, banyak konsumen tetap menyukai tempe yang dibungkus daun pisang karena aromanya yang khas.

Kendati terkesan tradisional, biaya produksi tempe dengan bungkus daun pisang  justru lebih mahal dari bungkus plastik. "Pasokan daun pisang itu minim, sehingga harganya bisa lebih mahal dari plastik," jelasnya.

Kendati pengrajin tempe di sini berjumlah ratusan, kondisi sentra ini tetap tertata rapi. Mereka berada dalam satu komplek yang dikelola langsung oleh Dinas Perdagangan Pemerintah Kota Semarang.

Sebagai penanda lokasi, diberikan plang pada pintu masuk komplek sentra ini. Para pedangang juga kerap mendapat penyuluhan tentang cara membuat tempe dengan standar kualitas yang bagus dan layak jual. Sehari-harinya, sentra ini kerap didatangai pengunjung karena di sini mereka punya banyak pilihan.           

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×