ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT

Stanchard: Rupiah Bisa Kembali ke Rp 12.200

Senin, 26 Januari 2015 | 23:20 WIB
MW
FB
Penulis: Margye J Waisapy | Editor: FMB
Fauzi Ichsan, Managing Director dan Senior Economist Standard Chartered Bank Indonesia.
Fauzi Ichsan, Managing Director dan Senior Economist Standard Chartered Bank Indonesia. (Istimewa)

Jakarta - Ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan menilai, ekonomi Indonesia akan menghadapi tantangan prospek kenaikan suku bunga Amerika Serikat dan melemahnya harga komoditas.

Hal ini disampaikan oleh Fauzi Ichsan dalam Global Research Briefing 2015 di Jakarta, hari ini.

Namun, kekhawatiran prospek kenaikan suku bunga AS dapat ditutupi oleh kebijakan stimulus keuangan yang dilakukan oleh Bank Sentral Eropa (Europe Central Bank/ECB). Keputusan ECB menjadi pemicu perubahan berbagai prediksi ekonomi. 

"Kekhawatiran pasar atas kebijakan kenaikan suku bunga USD tertutup dengan kebijakan QE (quantitative easing) ECB. Kenaikan USD adalah prospek, sedangkan QE-nya ECB itu nyata sekitar 65 miliar euro tiap bulan," ujar Fauzi di Jakarta, Senin (26/1).

ADVERTISEMENT

Gubernur Bank Sentral Eropa Mario Draghi telah menyetujui rencana stimulus sebesar 65 miliar euro per bulan mulai Maret nanti hingga tahun 2016 untuk memulhkan perekonomian Eropa yang lesu.

Di sisi lain, Kepala Peneliti Makro Standard Chartered untuk Asia David Mann mengatakan, selalu yang menjadi pertanyaan yakni kapan AS akan keluar dari quantitative easing dan menaikkan suku bunga. Pasalnya, indikator di AS belum seperti diharapkan. Misalnya pertumbuhan ekonomi yang masih berat serta tingkat pengangguran yang masih relatif tinggi.

"Kenaikan suku bunga AS dominan, tapi tidak terlalu besar dibanding kebijakan ECB. Prospek kenaikan suku bunga impact-nya tidak terlalu besar ke pasar keuangan. Apa yang dilakukan AS sifatnya tidak terlalu cepat. Kenaikan suku bunganya sendiri tidak akan terlalu agresif,"ujar David.

Selain itu, Standard Chartered memperkirakan nilai tukar rupiah akan menembus Rp 13.000 per dolar AS pada 2015 sebelum adanya kebijakan ECB. Bank asing tersebut memprediksi nilai rupiah terhadap dolar AS akan lebih menguat pada Rp 12.200-12.500.

"Penguatan disebabkan oleh defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang mulai mengecil. Walaupun di semester dua akan melemah," kata Fauzi.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News

Ikuti terus berita terhangat dari Beritasatu.com via whatsapp

Ikuti Berita-Berita Ekonomi Terkini Hanya di IDTV

Bagikan

BERITA TERKAIT

Nasib Neraca Perdagangan Saat Nilai Tukar Rupiah Melemah

Nasib Neraca Perdagangan Saat Nilai Tukar Rupiah Melemah

EKONOMI
Ikuti Mata Uang Asia, Rupiah Menguat pada Perdagangan Rabu 24 April 2024

Ikuti Mata Uang Asia, Rupiah Menguat pada Perdagangan Rabu 24 April 2024

EKONOMI
Nilai Tukar Rupiah Anjlok ke Rp 16.265 Per Dolar AS

Nilai Tukar Rupiah Anjlok ke Rp 16.265 Per Dolar AS

EKONOMI
Menko Airlangga Soal Nilai Rupiah Terhadap Dolar Anjlok: Tidak Sedalam Negara Lain

Menko Airlangga Soal Nilai Rupiah Terhadap Dolar Anjlok: Tidak Sedalam Negara Lain

EKONOMI
Bambang Brodjonegoro: Indonesia Perlu Perkuat Neraca Pembayaran di Tengah Pelemahan Rupiah

Bambang Brodjonegoro: Indonesia Perlu Perkuat Neraca Pembayaran di Tengah Pelemahan Rupiah

EKONOMI
Pemerintah Butuh Investasi Rp 7.130 T untuk Capai Pertumbuhan Ekonomi 5,6 Persen pada 2025

Pemerintah Butuh Investasi Rp 7.130 T untuk Capai Pertumbuhan Ekonomi 5,6 Persen pada 2025

EKONOMI

BERITA LAINNYA

Loading..
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ARTIKEL TERPOPULER





Foto Update Icon
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT

B-FILES


Mudik Lebaran 2024: Fenomena Migrasi, Kesiapan Infrastruktur, dan Perputaran Uang

Opini Text

Anak Blasteran

Anak Blasteran

Paschasius HOSTI Prasetyadji