Terkait Protokol Krisis, OJK Ditantang Siapkan UU JPSK dan Revisi UU Perbankan
Senin, 24 November 2014 | 15:34 WIBJakarta - Komisi XI DPR menantang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk benar-benar menyiapkan sejumlah aturan tentang protokol menghadapi krisis keuangan hingga pembenahan sektor terkait di Indonesia.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar, M.Misbakhun, dalam rapat dengan jajaran OJK di Gedung DPR, Jakarta, Senin (24/11).
Misbakhun menjelaskan adanya permasalahan bailout Bank Century adalah karena ketidakjelasan protokol krisis saat itu. Pihaknya meminta kepada ketua komisioner OJK agar mengajukan usulan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).
"Mari kita susun mumpung masih di awal kerja. Undang-undang JPSK ini akan menjadi pintu masuk kita. Mari kita bahas bersama. Kami di DPR akan melihat keberanian Bapak, men-challenge semuanya dan kita melihat protokol krisisnya seperti apa. Dan bangsa ini harus punya keberanian dan protokol yang memadai," kata Misbakhun.
Selain itu, kata dia, OJK harus menyiapkan draf UU Pokok Perbankan yang baru. Sebab UU yang saat ini dinilai tidak memadai dan terlalu liberal. UU Pokok Perbankan harus dikembalikan ke semangat Ekonomi Konstitusional. "Liberalisasi harus kita tahan dengan menguatkan kepentingan Nasional, itu yang harus menjadi pilihan kita ke depan," ujarnya.
Ketiga, terkait protokol untuk usaha asuransi dan bursa saham, Komisi XI DPR meminta agar OJK menyiapkan UU Pasar Modal yang lebih memadai, modern, regulatif, tapi bisa mengakomodasi kepentingan nasional.
Secara khusus Misbakhun mengatakan pihaknya meminta para pejabat OJK menahan diri dari pernyataan yang mewacanakan penggabungan pasar modal di ASEAN.
"Karena protokol tentang itu belum ada. Belum ada aturan kita mengatur soal itu, saya minta wacana itu ditahan. Karena kalau buru-buru digabungkan, bisa jadi nanti tidak dalam koridor yang kita inginkan bersama," jelasnya.
Dalam protokol terkait bursa, Misbakhun meminta OJK memberi perhatian untuk mencegah insider trading di Indonesia.
"Misalnya kalau emitennya itu adalah badan usaha milik negara (BUMN) maka underwriter-nya tidak boleh BUMN. Saya minta itu dibatasi. Contohnya itu penawaran saham perdana PT Garuda Indonesia Tbk, underwriternya BUMN, jadi negara rugi dua kali," bebernya.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News
Ikuti terus berita terhangat dari Beritasatu.com via whatsapp
BERITA TERKAIT
BERITA LAINNYA
3
Kota Makkah dan Madinah Bakal Diguyur Hujan Lebat
B-FILES
Usaha Pencegahan Stunting dari Hulu ke Hilir Melalui Penetrasi Teknologi Akuakultur pada Budidaya Ikan
Luciana Dita Chandra MurniAnak Blasteran
Paschasius HOSTI PrasetyadjiMengatasi Masalah Kesehatan Wanita Buka Peluang Tingkatkan Kehidupan dan Perekonomian
Raymond R. Tjandrawinata