Salah Pilih Menteri, Legitimasi Jokowi Bisa Langsung Tergerus

Jokowi dan RJ Lino
Sumber :
  • Antara/ Widodo S Jusuf
VIVAnews - Pembentukan kabinet yang bersih dan profesional merupakan batu ujian pertama dari lntegritas kepemimpinan dan legitimasi politik Presiden Joko Widodo. Jangan sampai pemimpin baru itu mengorbankan pertimbangan kompetensi maupun profesionalitas dengan menerima orang-orang titipan untuk menjadi menteri. 
Anak Selebgram Aghnia Punjabi Diduga Dianiaya Pengasuh, Badan Diduduki hingga Kepala Dibanting

Demikian menurut kalangan pengamat politik terkait dinamika beberapa hari terakhir. Rakyat masih menunggu kapan Presiden Jokowi mengumumkan para menteri agar pemerintahannya bisa segera bekerja. 
Suara Golkar di Pemilu 2024 Naik Signifikan, Airlangga: Hitungan Kami Dapat 102 Kursi

Pengamat politik Raja Juli Antoni menilai sampai pelantikan Senin 20 Oktober lalu, yang diikuti pesta rakyat, memperlihatkan Jokowi yang surplus legitimasi. Namun, rencana pengumuman kabinet di Tanjung Priok yang batal Rabu kemarin mulai menjadi tanda tanya bagi publik tentang "independensi dan otonomi" Jokowi sebagai presiden dari intervensi politik, termasuk dari ketua umum PDIP.
Viral Anak Selebgram Malang Dianiaya Pengasuhnya, Polisi Langsung Tangkap Pelaku

"Kemungkinan tergerusnya legitimasi Jokowi bertambah ketika beredar isu bahwa Jokowi memakai nama-nama lama dan bukan profesional terbaik di bidangnya," kata Raja hari ini.

Direktur Eksekutif The Indonesian Institute (TII) itu mewanti-wanti legitimasi Jokowi bisa terancam bila ia tidak mempedulikan rekomendasi KPK dan PPATK dengan memaksakan nama-nama kandidat menteri yang sudah "distabilo" merah atau kuning.

"Lebih dari itu, pembentukan kabinet ini juga perlu memperhatikan aspek struktur sosiologis-kultural bangsa Indonesia. Kelompok minoritas mesti diakomodasi di kabinet," kata Raja.

Begitu pula NU dan Muhammadiyah sebagai ormas terbesar di Indonesia, lanjut dia, mesti diakomodasi di jajaran kabinet. Jokowi memerlukan dukungan politik dari kedua ormas itu, terutama dalam konteks Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia.

"Ini sekaligus guna melibatkan dukungan kedua kedua ormas itu dalam menangkal gerakan Islam radikal yang potensial merusak sendi-sendi kebangsaan Indonesia sebagai negara plural berbasiskan pancasila," lanjut Raja.


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya