Kasus Bioremediasi, Putusan MA Buruk Bagi Iklim Investasi
Jumat, 24 Oktober 2014 | 16:42 WIBJakarta - Pengacara kondang, Todung Mulya Lubis menyatakan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) atas karyawan PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) Bachtiar Abdul Fatah dalam kasus bioremediasi merupakan bentuk kriminalisasi terhadap korporasi.
Putusan kasasi ini, dinilai Todung, berdampak buruk bagi iklim investasi Indonesia.
"Ini kriminalisasi terhadap korporasi. Putusan ini buruk bagi Indonesia di tengah upaya pemerintah untuk menaikkan investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI). Keputusan ini membuat investor ragu soal kepastian hukum di Indonesia," tutur Todung yang merupakan pengacara Bachtiar dalam jumpa pers di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (24/10).
Todung menegaskan, tidak ada fakta hukum dalam kasus ini. Selain itu, kasus tersebut juga tidak memiliki legal base. "Jadi tidak bisa dilakukan sebenarnya kasus ini, sebab dua hal ini tidak ada," ucapnya.
Todung mengaku bingung jika hakim dapat memutus bersalah Bachtiar dalam kasus ini. Sebab, tanpa dua hal itu, Todung menyatakan, tidak ada dasar keyakinan hakim untuk memutus perkara.
"Ini yang tidak bisa kita terima secara akal sehat. Putusan ini mencederai rasa keadilan kita," tegasnya.
Todung melanjutkan, jika memang ada persoala hukum sebaiknya dibawa ke ranah pidana atau administrasi. "Kalaupun mau diperkarakan, ya dibawa ke perdata," ujarnya.
Todung meyakini tidak ada korupsi dalam kasus ini. Atas alasam itu dia mau menjadi kuasa hukum dalam kasus tersebut. "Saya tidak bela koruptor. Saya pendiri Transparansi Internasional Indonesia (TII) dan juga ikut dalam kelahiran KPK. Kenapa saya ikut bela kasus ini? Karena saya yakin tidak ada korupsi dalam kasus ini," tegasnya.
Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sebelumnya menegaskan proyek bioremediasi Chevron tidak ada pelanggaran hukum maupun kerugian keuangan negara. Dalam menjalankan proyek bioremediasi itu, Chevron juga sudah mendapatkan persetujuan dari SKK Migas atas WP&B (Work Programming and Budgeting).
Sebelumnya, kesimpulan kerugian negara dalam perkara bioremediasi sebesar US$9,9 juta disampaikan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) berdasarkan keterangan saksi Edison Effendi. Seharusnya BPKP mengesampingkan keterangan Edison yang tidak independen dan memiliki konflik kepentingan karena sebelumnya kalah dalam tender proyek bioremediasi.
Proyek bioremediasi lahan bekas eksplorasi PT Chevron itu berlokasi di Kabupaten Duri, Provinsi Riau. Chevron menunjuk PT Sumigita Jaya dan PT Green Planet Indonesia sebagai pelaksana proyek pemulihan lingkungan tersebut. Kejagung menyangka, Sumigita Jaya dan Green Planet Indonesia tidak memiliki kemampuan melaksanakan bioremediasi. Bahkan, kejaksaan dalam dakwaan menyebutkan proyek tersebut fiktif, sehingga negara dirugikan sekitar Rp 200 miliar. Selain itu, proyek tersebut dinilai tidak mendapat izin dari Kementerian Lingkungan Hidup.
Dalam perkara tersebut Kejagung telah menjerat tujuh tersangka termasuk Bachtiar yakni, Endah Rumbianti, Widodo, Kukuh Kertasafari, Ricksy Prematuri, Herlan, dan Alexia Tirtawidjaja. Dari total tujuh tersangka, lima berasal dari pihak Chevron. Adapun Endah, Widodo, Kukuh, Ricksy, Herlan, dan Bachtiar telah divonis bersalah oleh pengadilan.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News
Ikuti terus berita terhangat dari Beritasatu.com via whatsapp
BERITA TERKAIT
BERITA LAINNYA
Video: Geger, Pasangan Lansia Tewas Diduga Dibunuh
Video: Pascabanjir, Perbaikan Jalur Pantura Dikebut
4
Gugatan Kubu Ganjar di MK Banyak Persoalkan Jokowi, KPU: Salah Sasaran
B-FILES
Usaha Pencegahan Stunting dari Hulu ke Hilir Melalui Penetrasi Teknologi Akuakultur pada Budidaya Ikan
Luciana Dita Chandra MurniAnak Blasteran
Paschasius HOSTI PrasetyadjiMengatasi Masalah Kesehatan Wanita Buka Peluang Tingkatkan Kehidupan dan Perekonomian
Raymond R. Tjandrawinata