Washington (ANTARA News) - Amerika Serikat dan Tiongkok secara terbuka, Rabu, berselisih paham mengenai unjuk rasa pro-demokrasi Hong Kong, dengan Beijing memperingatkan Washington untuk tidak campur tangan dan mengatakan tidak akan menolerir "aksi-aksi ilegal".

Presiden Barack Obama mengatakan kepada Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi bahwa AS "mengikuti dari dekat perkembangan di Hong Kong", saat ia singgah disela-sela pertemuan antara Wang dengan penasehat keamanan nasional Susan Rice, kata Gedung Putih.

Obama juga "mengungkapkan harapannya bahwa perbedaan antara pihak berwajib Hong Kong dan pengunjuk rasa akan ditangani secara damai."

Namun hanya beberapa jam sebelumnya, Wang mencela Menlu AS John Kerry dan mengatakan demonstrasi Hong Kong tersebut bukan urusan Amerika.

"Pemerintah Tiongkok sangat tegas menyatakan posisinya. Urusan Hong Kong urusan dalam negeri Tiongkok," kata Wang, sementara Kerry berdiri disampingnya di Kementerian Luar Negeri.

"Semua negara harus menghormati kedaulatan Tiongkok dan ini adalah prinsip dasar hubungan internasional," kata Wang.

"Saya yakin setiap negara, setiap masyarakat, tidak ada seorangpun akan membiarkan aksi-aksi ilegal itu melanggar ketertiban masyarakat. Itulah keadaannya di AS, sama halnya dengan Hong Kong."

Washington selalu berada dalam situasi sulit dalam hubungannya dengan Tiongkok, di satu sisi ingin meningkatkan hubungan dagang dan ekonomi namun di sisi lain selalu menekan negara tersebut untuk memperbaiki masalah hak asasi manusia.

Di tengah meningkatnya ketegangan di jalanan di Hong Kong, Kerry menekankan kembali imbauannya bagi polisi di kota tersebut untuk menahan diri.


Tantangan Tiongkok

"Seperti Tiongkok ketahui, kami mendukung hak pilih universal di Hong Kong, sesuai undang-undang dasar," kata Kerry yang berdiri disamping Wang.

Undang-undang dasar itu (Basic Law) merupakan konstitusi-kecil Hong Kong, dimana Beijing bergelut dengan salah satu tantangan terbesar bagi kekuasaanya di wilayah semi-otonomi tersebut.

"Kami yakin bahwa sebuah masyarakat terbuka dengan kemungkinan besar otonomi dan diatur oleh hukum merupakan hal penting bagi stabilitas dan kesejahteraan Hong Kong," imbuh Kerry.

"Dan kami mempunyai harapan tinggi bahwa pihak berwenang Hong Kong akan menahan diri dan menghormati hak-hak para pengunjuk rasa untuk mengekspresikan pandangannya secara damai."

Demonstrasi di Hong Kong meletus setelah pemerintah Tiongkok membatasi kandidat yang bisa memimpin pusat perekonomian tersebut.

Kemarahan para pengunjuk rasa dipicu oleh penolakan pemerintah pusat untuk melaksanakan pemilu bebas bagi pemimpin kota tersebut pada 2017, dan bersikeras bahwa hanya dua atau tiga kandidat yang disetujui koite pro-Beijing yang bisa maju dalam pemilu.

Wang mengungkapkan dukungan Beijing terhadap otoritas Hong Kong, dengan mengatakan bahwa mereka mempunyai "kapabilitas untuk menangani secara tepat situasi saat ini berdasarkan hukum."

Tidak seperti biasanya, para pejabat AS mengungkapkan bahwa Wang dan Kerry akan bertemu untuk kedua kalinya di Kemenlu pada Rabu malam atas permintaan delegasi Tiongkok.

Kunjungan Wang salah satunya dimaksudkan untuk mempersiapkan kunjungan Obama ke Beijing pada 10-12 November, serta membicarakan masalah-masalah seperti program nuklir Korea Utara dan perang melawan militan Islam.

"Rice menekankan bahwa kunjungan ini merupakan peluang untuk diskusi mendalam mengenai potensi masa depan hubungan AS-Tiongkok," kata Gedung Putih.

Jurubicara Kemenlu Jen Psaki menegaskan bahwa posisi AS dalam protes tersebut, adalah meminta dilakukannya dialog untuk mengakhiri perselisihan.

Washington ingin rakyat Hong Kong "memiliki banyak pilihan kandidat" untuk menjadi pemimpin masa depan.

"Kami yakin hak asasi manusia dan kebebasan berpedapat adalah hal yang penting --tidak hanya di Tiongkok, namun juga di negara-negara lain di dunia," katanya.
(S022/AK)

Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014