PBB (ANTARA News) - Uni Eropa (EU) berencana mengirim sekitar 1.000 prajurit ke Republik Afrika Tengah untuk membantu memulihkan ketertiban, kata Ketua Kebijakan Luar Negeri EU Catherine Ashton, Jumat.

Sebelumnya diperkirakan bahwa blok itu akan mengirim sekitar 500 prajurit ke negara Afrika tersebut.

"Kami memiliki lebih dari 500 prajurit," kata Ashton kepada wartawan setelah pertemuan Dewan Keamanan PBB, dengan menambahkan bahwa EU akan mengirim dua kali dari jumlah itu.

"Saya yakin pasukan itu akan segera berada di lapangan," katanya.

Sejumlah diplomat EU mengatakan, pasukan itu mungkin ditempatkan di Bangui paling cepat bulan depan. Para menteri luar negeri EU menyetujui misi sembilan bulan itu pada pekan ini.

Sedikit negara Eropa menyatakan kesediannya untuk mengirim pasukan ke Republik Afrika Tengah.

Republik Afrika Tengah terjeblos ke dalam kekacauan sejak kudeta koalisi pemberontak Seleka setahun lalu mendudukkan seorang presiden Muslim pertama di negara itu, yang mayoritas penduduknya beragama Kristen. Presiden itu kemudian mengundurkan diri.

Koalisi pemberontak Seleka merebut kekuasaan di Republik Afrika Tengah dalam kudeta yang menggulingkan Presiden Francois Bozize setelah perjanjian perdamaian gagal.

Seleka, yang berarti "aliansi", menandatangani sebuah pakta perdamaian pada 11 Januari 2013 dengan pemerintah Presiden Francois Bozize di ibu kota Gabon, Libreville.

Perjanjian yang ditengahi oleh para pemimpin regional itu menetapkan pemerintah baru persatuan nasional, yang telah dibentuk dan kini dipimpin oleh seorang anggota oposisi, Nicolas Tiangaye, dan mencakup anggota-anggota Seleka.

Perjanjian itu mengakhiri ofensif sebulan Seleka yang dengan cepat menguasai wilayah utara dan berhenti antara lain berkat intervensi militer Chad sebelum pemberontak itu menyerbu Bangui, ibu kota Republik Afrika Tengah.

Seleka, sebuah aliansi dari tiga kelompok bersenjata, memulai aksi bersenjata mereka pada 10 Desember 2012 dan telah menguasai sejumlah kota penting di Republik Afrika Tengah. Mereka menuduh Presiden Francois Bozize tidak menghormati sebuah perjanjian 2007 yang menetapkan bahwa anggota-anggota yang meletakkan senjata mereka akan dibayar.


Penerjemah: Memet Suratmadi

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014